Elegant Themes

Thursday, June 4, 2015

Posisi Indonesia Dalam Peta Politik Asia Pasifik


DAFTAR ISI


DAFTAR ISI............................................................................................................................
KATA PENGANTAR.............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................
I.       Latar Belakang.............................................................................................................
II.    Tujuan..........................................................................................................................
III. Metodelogi...................................................................................................................
BAB II PERMASALAHAN...................................................................................................
BAB III PEMBAHASAN.......................................................................................................
BAB IV PENUTUP................................................................................................................
I.       Kesimpulan.................................................................................................................
II.    Saran dan Kritik..........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................






KATA PENGANTAR


Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas karunia-Nya, saya dapat menyelesaikan makalah kerwarganegaraan tentang “ Dampak pergeseran geopolitik internasional terhadap pertahanan dan keamanan indonesia”. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Kewarganegaraan. Di samping itu, saya juga berharap makalah ini mampu memberikan kontribusi dalam menunjang pengetahuan mahasiswa pada khususnya dan pihak lain pada umumnya. Dengan terselesaikannya makalah ini, saya mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dan memberikan bantuan dalam pembuatan makalah  ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Saya menyadari bahwa makalah  ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat saya harapkan demi kesempurnaan makalah  ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi semua.

Bandar Lampung, 7 Desember 2014

Thaipan Aditya Sandy





          BAB 1
                                                             PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan internasional dan pertumbuhan pesat yang terjadi di Asia Timur dan Pasifik, muncul sebuah negara dengan kekuatan ekonominya yang kuat yaitu Republik Rakyat China (RRC). China yang sebelumnya hanya negara berkembang berevolusi menjadi sebuah negara yang maju dan berperan penting dalam perekonomian dunia serta berkepentingan dengan wilayah regional untuk memastikan kedaulatan dan keamanan jalur pelayaran logistik mereka. Hal ini menimbulkan kekhawatiran berbagai negara terutama yang berbatasan langsung dengan wilayah China itu sendiri, terlebih negara adidaya Amerika Serikat mulai merasakan kegundahan dengan segala kemajuan yang China lakukan dan mulai memperhatikan sekutunya yang berada di Wilayah Regional Asia Pasifik. Indonesia yang merupakan negara besar di wilayah Asia Tenggara juga memiliki kepentingan menjaga kedaulatan negara atas seluruh wilayah Indonesia, karena bukan tidak mungkin suatu saat terjadi gesekan antar negara di wilayah Asia Tenggara ataupun perang yang bisa terjadi kapan saja akibat pergeseran geopolitik internasional dari Timur Tengah ke Asia Pasifik dan Tenggara, ini menjadi salah satu perhatian utama pemerintahan indonesia saat ini lewat doktrin “Poros Maritim”. Pergeseran geopolitik sendiri terjadi karena Amerika Serikat yang sebagai satu-satunya negara adidaya merasa tersaingi pengaruhnya oleh China yang terus menunjukkan kemajuan dalam berbagai hal, Negeri paman sam sendiri merasa perlu untuk lebih menancapkan pengaruhnya untuk melindungi kepentingannya di Asia Pasifik sehingga Amerika Serikat memindahkan sebagian besar angkatan militernya ke negara sekutu mereka di wilayah Asia Pasifik dan memindahkan konsentrasi mereka atas konflik di Timur Tengah. Kondisi ini membuat negara-negara di Asia Tenggara merasa berada di tengah dua negara yang beradu kekuatan militer, dan membuat setiap negara di asia tenggara termasuk indonesia untuk memperkuat militernya sehingga terjadi perlombaan senjata di Asia Tenggara dan dapat disimpulkan Terjadinya ketidakstabilan keamanan di Asia Tenggara akibat pergeseran geopolitik tersebut. Konflik kepulauan sparatly antara china dan negara-negara di Asia Tenggara di laut china selatan menjadi bukti awal bahwa akan ada dampak yang lebih besar akibat superioritas salah satu negara yang lebih mengedepankan kekuatan militer dari pada meja perundingan. Meskipun tidak terlibat dalam konflik, Indonesia merasa perlu memagari wilayah kesatuan negara indonesia atas klaim-klaim oleh negara lain sesuai amanat UUD 1945 yaitu menjaga keutuhan bangsa, dan cara yang tepat dalam menghadapi pergeseran geopolitik ini adalah memperkuat militer dan mempertegas kedaulatan negara atas semua wilayah NKRI serta tetap mengedepankan perundingan untuk memecahkan permasalahan yang muncul dan tidak lupa untuk mengembangkan SDM untuk dapat mengolah sumber daya alam yang dihasilkan agar menjadi negara yang berkedaulatan.
1.2  Tujuan
1.2.1        Dengan adanya makalah yang berjudul Dampak Pergeseran Geopolitik terhadap Indonesia ini dapat membuat masyarakat mengetahui kondisi negara dalam dunia internasional.
1.2.2        Penulis mengiginkan makalah ini menjadi bahan bacaan yang menarik bagi para pembaca serta menjadi pengetahuan umum masyarakat dalam bidang pertahanan.
1.2.3        Penulis berharap makalah ini dapat menjadi bahan materi pada  mata kuliah pendidikan  kewarganegaraaan dan dalam tugas yang sama.
1.3  Metodelogi
Saya menggunakan 2 metode penulisan makalah dimana dua metode ini saling berkaitan dan tepat pada permasalahan yang dibahas.
1.3.1        Metode Deskriptif
Metode deskriptif ialah suatu metode penelitian yang digunakan dalam Penelitian deskriptif untuk menggambarkan fenomena yanga ada. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang memberi uraian mengenai gejala social yang diteliti dengan mendeskripsikan tentang nilai variable bedasarkan indicator yang diteliti tanpa membuat hubungan dan perbandingan dengan sejumlah variable yang lain.
Tujuan metode ini adalah :
1. Mengumpulkan informasi actual secara rinci yang melukiskan gejala.
2. Mengidentifikasi masalah dan memeriksa praktik yang berlaku.
3. Menetapkan keputusan dalam permasalahan.
1.3.2  Metode Studi Kasus
Metode Studi Kasus ialah metode yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan terhadap suatu “kesatuan system”, baik itu berupa program, kegiatan, peristiwa, atau sekelompok individu yang terikat oleh tempat ataupun waktu. Penelitian ini diarahkan untuk menghimpun data, mengambil makna,dan memperoleh pemahaman dari kasus tersebut. Suatu kasus tidak dapat mewakili populasi dan tidak dimaksudkan untuk memperoleh kesimpulan dari populasi.Keismpulan sudi kasus hanya berlaku bagi kasus yang diteliti. Karena tiap kasus bersifat unik dan memiliki karakteristik yang berbeda antara yang satu dengan yang lain.
Studi kasus memiliki beberapa kelemahan,antaralain :
1. Sulit dibuat inferensi kepada populasi
2. Mudah dipengaruhi pandangan subjektif
Adapun keunggulan studi kasus ini ialah:
1. Dapat memberi hipotesis untuk penelitian lanjutan
2. Mendukung studi-studi besar dikemudian hari.

          

       BAB 2
                                                       PERMASALAHAN
            Pergeseran geopolitik internasional yang menjadi perhatian saat ini disebabkan oleh salah satunya adalah sumber daya alam terkandung dalam suatu wilayah sehingga membuat beberapa negara saling mengklaim atas wilayah tersebut. Disini penulis menjabarkan beberapa dampak langsung pergeseran geopolitik terhadap negara kesatuan republik indonesia (NKRI) yaitu :
            Pertama klaim negara kerajaan malaysia terhadap wilayah indonesia di kepulauan ambalat Kalimantan Timur yang mengandung minyak bumi dan gas alam yang melimpah.
            Kedua meskipun tidak diakui secara langsung, namun china telah sepihak membuat garis kedaulatan yang dinamakan “nine dash lines, dimana garis tersebut telah masuk ke wilayah indonesia di kepualauan natuna yang juga mengandung sumber daya alam yang melimpah dan letaknya dijalur pelayaran internasional.
            Ketiga penempatan 2.500 marinir Amerika Serikat di Australia yang bertujuan mengantisipasi kekuatan china, namun mengancam kedaulatan negara khususnya di Wilayah Papua dimana terdapat kandungan tambang terbesar didunia.
            Keempat pelanggaran wilayah kedaulatan yang sering dilakukan oleh Australia yang mengusir keluar para pencari suaka (imigran) sampai ke dalam wilayah indonesia seolah tidak menghargai Indonesia sebagai negara yang berdaulat.
            Kelima lambatnya pembangunan angkatan bersenjata yang dirasa belum cukup untuk mengamankan seluruh wilayah NKRI dalam menghadapi geopolitik yang berubah-ubah.



                                                                    BAB 3
                                                            PEMBAHASAN
3.1.            Wilayah Ambalat berada di Laut Sulawesi, sebelah timur pantai Kalimantan. Indonesia dan Malaysia saling klaim atas lempeng benua (continental) shelf) dan Zona Ekonomi Eksklusif di wilayah itu. Oleh karena itu, sengketa yang terjadi tidak bersifat territorial.  Clive Schofiled dan Ian Storey menduga bahwa “Malaysia menganggap perbatasan Maritimnya ditentukan atas dasar sama jarak (equidistant), dengan Pulau Sipadan dan Ligitan. Namun problemnya, ICJ tidak memutuskan batas maritime tersebut. Disisi lain, Indonesia mengklaim bahwa pulau-pulau kecil itu tidak lebih dari pulau karang berdasarkan definisi UNCLOS. Oleh karena itu, Indonesia menuntut haknya atas jurisdiksi 12 mil laut dari territorial lautnya yang tidak mencakup perluasan continental shelf ataupun EEZ.  Oleh karena itu, penentuan garis perbatasan maritim dalam pandangannya berdasarkan pada kompromi kedua belah pihak atas status legal wilayah tersebut dan dampak potensialnya pada delimitasi yang berbasis prinsip jarak yang sama.
Schofield dan Storey secara tepat mencatat apa yang terjadi dalam ketegangan Indonesia dan Malaysia atas Blok Ambalat antara Februari dan Maret 2005. Desember 2004, Indonesia memberi ijin eksplorasi wilayah yang diklaimnya di Blok Ambalat kepada Perusahaan Minyak ENI Italia dan UNOCAL AS. Ketegangan mulai muncul ketika Malaysia memberikan ijin eksplorasi di wilayah yang diperselisihkan kepada Petronas Carigali dan International Royal Dutch/Shell Group, 16 Februari 2005. Konsesi blok yang diberikan bertubrukan dengan bagian blok Ambalat yang diklaim Indonesia.

Departemen Luar Negeri menganggap tindakan Malaysia melanggar kedaulatan dan berikutnya mengirimkan nota protes kepada pemerintah Malaysia. Langkah seruap diambil Malaysia. 
Ketika hubungan diplomatik memburuk, militer dikirim ke wilayah yang diperselisihkan. 3 Maret, Presiden Indonesia SBY menginstruksikan “militer untuk melindungi kedaulatan Indonesia dan mengamankan wilayah sengketa.” Saat tiga kapal AL Indonesia berpatroli di wilayah sengketa, gugus tugas dari armada Indonesia Timur secara bertahap dikirim hingga mencapai 8 kapal perang dengan dibantu 4 jet tempur F-16 yang ditempatkan di Balikpapan, Kalimantan Timur, 7 Maret.
Angkatan bersenjata Malaysia juga menempuh langkah yang sama sambari mengupayakan jalur diplomasi. 4 Maret, angkatan laut dan kapal polisi laut Diraja Malaysia dimobilisasi ke Blok Ambalat.  Unit angkatan udara juga diperkuat di Sabah dan Sarawak. Ketika pembicaraan diplomatik dimulai, militer Indonesia mengurangi kehadiran sejumlah kapal perangnya di wilayah Ambalat namun menolak untuk ‘menarik diri’. Meski demikian, pengurangan armada kapal perang di wilayah sengketa tidak mencegah terjadinya insiden kecil. Kapal perang Indonesia KRI Tedung Naga bertabrakan dengan kapal patroli KD Rencong.
Kedua belah pihak saling menuduh menjadi penyebab tabrakan. Dalam pertemuan darurat merespon insiden tersebut, Presiden Yudhoyono memerintahkan panglima militer untuk menahan diri dan memberikan kesempatan kepada pemerintah menyelesaikan permasalahan tersebut dengan cara damai. Langkah yang sama juga ditempuh Malaysia. 

Presiden SBY semakin meningkatkan posisi politiknya ketika mengunjungi Pulau Sebatik, wilayah Indonesia terdekat dengan Blok Ambalat, 8 Maret 2005, sehari sebelum Menlu kedua negara dijadwalkan menyelenggarakan pertemuan darurat. Kunjungan SBY ke pulau Sebatik berbarengan dengan klaim militer Indonesia bahwa 7 kapal perangnya mengejar kapal patroli Malaysia. Selain, itu diumumkan  penempatan batalion angkatan laut dari Jawa ke Kalimantan Timur.
Blok Ambalat secara strategis sangat penting karena potensi hydrocarbon yang dikandungnya serta nilainya dalam perspektif SLC. Meskipun nilai blok itu strategis, namun dimensi nasionalisme dalam isu ini di Indonesia lebih menonjol. Isu ini menarik perhatian masyarakat Indonesia dan memicu gelombang anti Malaysia di semua tingkatan masyarakat dari rakyat kecil hingga elit politik. Dalam isu ini, masyarakat Indonesia secara kompak menyuarakan penentangannya atas klaim Malaysia, sehingga mengingatkan kembali slogan propaganda pada era Sukarno, ‘Ganyang Malaysia’. Pelbagai demonstrasi diadakan di depan gedung Kedutaan Malaysia.  Bendara Malaysia dibakar selama demo anti Malaysia. Kondisi ini berbeda sekali dengan apa yang terjadi di Malaysia. Respon masyarakatnya atas perselisihan ini relatif tenang dan bahkan cenderung apatis.
Meski demikian, sentimen yang tinggi di Indonesia atas kasus Ambalat tidaklah berdiri sendiri. Selain karena kekecewaan atas keputusan ICJ dalam kasus Pulau Sipadan dan Ligitan,  rakyat Indonesia marah atas perlakuan Malaysia yang dipandang tidak manusiawi dalam kasus repatriasi (pemulangan) sekitar 1 juta tenaga kerja illegal Indonesia. Malaysia dipandang berlebihan dalam memburu para pekerja illegal tersebut, termasuk didalamnya pemenjaraan berat dan isolasi.  Tindakan Malaysia dipandang sangat arogan.
Media Indonesia juga memainkan peranan penting dalam menyulut retorika anti Malaysia. Perseteruan Ambalat antar kedua negara juga merambah ke  dunia maya. Para hakcker Indonesia menyerang sejumlah situs resmi pemerintah Malaysia. Para hakcker Malaysia pun membalasnya dengan menggangu situs pemerintah Indonesia. Sengketa Ambalat lebih dari isu kedaulatan maritim dan sumber daya alam. Isu itu telah menjadi refleksi sentimen murni masyarakat Indonesia atas buruknya hubungan kedua negara.
Hingga kini kasus Ambalat belum dapat diselesaikan. Menurut van Zorge Report, 9 April 2007 tentang Indonesia, ”ada indikasi Indonesia khawatir kehilangan Blok Ambalat sehingga tidak mau menempuh arbitrase Internasional. Para pemimpin militer Indonesia yang cenderung konservatif tampak lebih menyukai solusi militer jika situasi di Ambalat tidak terselesaikan.  Dalam pandangan seorang pejabat lebih baik berperang sekalipun kemudian kalah sehingga kehilangan Ambalat ketimbang kehilangan harga diri bangsa.”
3.2.  Klaim China atas kepulauan Natuna, Pada April, Panglima TNI Jenderal Moeldoko menuduh China memasukkan wilayah-wilayah Natuna dalam apa yang disebut "Sembilan Garis Putus-putus", batas samar yang digunakan dalam peta-peta China untuk mengklaim sekitar 90 persen dari Laut China Selatan seluas 3,6 juta kilometer persegi. Klaim China itu dikenal dengan batas sembilan garis putus-putus (nine dash lines). Laman china.org.cn, melansir klaim itu didasari peta kuno armada Laut China pada abad kedua sebelum masehi. Isinya mengklaim China sebagai penemu Kepulauan Nansha (Spratly). 
Walau Indonesia tidak masuk ke dalam kategori negara pengklaim dalam sengketa Laut China Selatan, klaim teritori itu tumpang tindih setidaknya dengan sebagian wilayah perairan timur laut Kepulauan Natuna, Provinsi Riau. Di perairan tersebut, setidaknya ada tiga blok eksplorasi minyak dan gas bumi milik Indonesia. 
Menurut pakar hukum laut internasional, Hasjim Djalal, Indonesia telah dua kali berupaya menanyakan hal tersebut kepada China secara resmi. Pertama, tahun 1994 silam dengan mengirim utusan diplomatik resmi. Namun, saat itu tidak ada jawaban. 
Upaya kedua, dilakukan tahun 1995, ketika Menlu Ali Alatas berkunjung ke Beijing. Saat itu pertanyaan Ali dijawab Menlu Qian, bahwa China tidak punya masalah dengan Indonesia. Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa pun telah mengajukan keberatan soal nine dash lines tersebut ke PBB tahun 2010 silam.
Meskipun Kementerian Luar Negeri mengatakan tidak ada masalah dengan China mengenai status Natuna, namun pihak militer dalam beberapa bulan terakhir mengeluarkan pernyataan yang lebih tegas. TNI berencana menambah kekuatan di sekitar perairan Natuna yang merupakan salah satu wilayah terdepan Indonesia, sekaligus mengantisipasi instabilitas di Laut China Selatan. “Penambahan dan pengerahan kekuatan di Natuna juga untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan ‘rembesan-rembesan’ akibat instabilitas di Laut China Selatan,” ungkap Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko menjawab Antara di sela-sela kunjungan lima harinya di China.      
Pulau Natuna dengan luas daratan 2.631 kilometer persegi, di utara berbatasan dengan peraiaran Vietnam, dan wilayah timurnya berbatasan dengan Malaysia Timur, Kalimantan Barat dan Brunei Darussalam. Sementara itu, di barat Pulau Natuna dengan luas lautan 262.156 kilometer persegi berbatasan dengan Semenanjung Malaysia bagian barat.
Karena itu penambahan dan penempatan kekuatan yang proposional di Natuna perlu dilakukan sebagai sistem peringatan dini bagi Indonesia dan TNI, sekaligus dalam mengantisipasi dampak instabilitas di Laut China Selatan.
Persiapan militer baik personil maupun alutsista di natuna perlu ditingkatkan dikarenakan dalam perundingan baik bilateral maupun multilateral tekanan tiongkok yang tanpa kompromi mengenai klaim teritorialnya di Laut Tiongkok Selatan tampaknya sudah pasti akan menenggelamkan harapan Menteri Luar Negeri Indonesia Marty Natalegawa saat itu untuk mencapai Kode Perilaku yang disepakati bersama, demi melakukan arbitrase terhadap perselisihan teritorial antara Beijing dan 10 negara Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara [ASEAN].
“Indonesia telah meminta untuk diadakannya pertemuan ASEAN khusus yang membahas mengenai Laut Tiongkok Selatan, sebagai upaya untuk mempertahankan dan menghidupkan kembali persatuan Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara, serta memfasilitasi kesepakatan mengenai suatu kode etik. Namun walaupun pertemuan seperti itu dilakukan, kemungkinan adanya kemajuan yang signifikan adalah kecil." demikian perkiraan dari Mark Valencia, akademisi senior di Institut Studi Laut Tiongkok Selatan Nasional, Hainan, dalam tulisan di South China Morning Post.
Pada bulan Februari 2014, bahkan Natalegawa, yang secara konsisten telah berusaha untuk menghindari konflik dengan Tiongkok dalam hal perselisihan Laut Tiongkok Selatan, mengakui bahwa Jakarta tidak akan menerima keputusan Beijing jika mereka memutuskan untuk menerapkan ADIZ(Zona Identifikasi Pertahanan Udara) di atas perairan tersebut.
Untuk itulah seluruh lanal (pangkalan angkatan laut) di sekitar kawasan Natuna dalam kondisi aktif. Namun, TNI hanya akan bereaksi jika ada keputusan pemerintah. Selebihnya, TNI tetap mengawasi perbatasan Indonesia di Natuna dengan patroli-patroli laut. Sebelumnya, Panglima TNI Jenderal Moeldoko menyatakan jika pihaknya sedang memperkuat armada di kawasan Natuna.
3.3.            Penempatan marinir Amerika Serikat mengancam indonesia, Sebanyak 200 pasukan Amerika Serikat tiba di Australia sebagai gelombang pertama dari 2.500 pasukan yang direncanakan sampai 2017 mendatang. Kedatangan pasukan AS ini disambut hangat oleh Menteri Pertahanan Australia Stephen Smith.
“Penempatan pasukan AS di Australia ini merupakan evolusi dari berbagai kegiatan dan pelatihan angkatan bersenjata kedua negara dalam kerja sama militer yang sudah dibuat sebelumnya,” jelas Smith.
Hal tersebut juga ditegaskan dan didukung oleh Perdana Menteri Australia Julia Gillard dan Menteri Utama Wilayah Utara Australia Paul Henderson. Penempatan pasukan AS ini menjadi babak baru dalam 60 tahun kerja sama pertahanan antara Australia dengan AS. Rencananya AS akan menempatkan sebanyak 2.500 prajuritnya di Australia pada 2017 nanti. Penempatan ribuan pasukan AS di Darwin ini menunjukkan pergeseran strategi global yang sangat signifikan.
Terkait dengan penempatan ribuan pasukan AS ini, Smith menyatakan bahwa kemungkinan besar  AS akan menggunakan Pulau Cocos yang terpencil sebagai pangkalan militer AS.Salah satu media Amerika Serikat Washington Post melaporkan bahwa rencananya militer AS akan menempatkan pesawat tempur berawak dan tidak berawak yang dikenal dengan nama Global Hawk.
Menanggapi pernyataan dan situasi tersebut, pemerintah Indonesia bereaksi dengan mengirim nota protes kepada Pemerintah Australia dan AS dan meminta penjelasan terkait rencana pembangunan pangkalan militer AS tersebut. Juru Bicara Kementerian Pertahanan Indonesia Brigadir Jenderal Hartind Asrin berpendapat bahwa sebaiknya pemerintah Australia dan AS menjelaskan apa tujuan pembangunan pangkalan tersebut untuk menghindari kesalahpahaman.
"Secara prinsip Indonesia tidak memiliki wewenang untuk ikut campur dalam rencana mereka. Namun, kami meminta mereka menjelaskan tujuan menempatkan pesawat tak berawak dekat wilayah Indonesia," ungkap Asrin seperti dikutip Reuters,
Dalam acara menyambut kedatangan tentara AS di Australia tersebut, tiga pejabat Australia, yaitu: Perdana Menteri Australia Julia Gillard, Menteri Pertahanan Australia Stephen Smith, dan Menteri Utama Wilayah Utara Australia Paul Henderson, juga menegaskan bahwa tidak akan pernah ada pangkalan militer AS di Australia.Ternyata bukan hanya pemerintah Indonesia saja yang bereaksi, China juga merasa terganggu dengan rencana AS ini dan menilai hal ini sebagai upaya mengimbangi kekuatan dan pengaruh China di Asia-Pasifik.
China juga menuduh Australia dan AS memperkuat sekutunya dalam sengketa Laut China Selatan. Pasalnya, akhir-akhir ini China, Filipina, Vietnam, Malaysia, Brunei dan Taiwan saling berebut wilayah di Laut China Selatan yang diyakini mengandung persediaan minyak dan gas yang melimpah.
kebijakan AS akan membangun pangkalan dan menempatkan Pasukannya di Fort Robertson (Darwin) Australia dengan alasan sebagai pasukan respons cepat bencana alam.  Adalah salah satu upaya AS karena adanya kepentingan geopolitik yang sangat besar dikawasan Asia dan Pasifik. Tentunya ini akan membawa dampak sangat signifikan bagi kawasan Indonesia yang berada pada posisi silang Asia dan Pasifik dan kubu dua kekuatan besar China dan Amerika. Kebijakan Amerika Serikat menggelar 2.500 pasukan marinir di Australia bagian utara tepatnya di Fort Robertson (Darwin) yang berjarak hanya 820 km dari perbatasan Indonesia atau jarak 1,5 Jam saja perjalanan pesawat menjadi ancaman besar bagi kebangkitan Indonesia dan ASEAN yang sedang menata dan membangun arsitektur perdamaian yang lebih kokoh dan berkelanjutan di kawasan Asia Pasifik (Pidato Presiden SBY di Asia Security Summit Shangrila Dialogue, Juni 2012) . Rencana AS yang menargetkan 2014 akan memindahkan 8.000 marinirnya (dari 50.000 orang yang tersebar di 40 pangkalan) yang berada di Okinawa Jepang ke Guam, Asia Pasifik Selatan adalah sebuah perubahan haluan politik luar negeri AS yang ingin menguasai Asia Pasifik. Secara signifikan hal ini akan membawa dampak dalam struktur dan arsitektur pertahanan nasional kita sekaligus ekonomi bangsa Indonesia. Mulai dari ancaman terhadap kedaulatan wilayah NKRI sampai pada investasi nasional dan masa depan hubungan kerjasama ekonomi bilateral dan unilateral antara Indonesia dengan negara-negara ASEAN.
AS memiliki kepentingan geopolitik yang sangat besar dikawasan Asia dan Pasifik. Kawasan ini dijadikan oleh AS sebagai Buffer Zone dari segala ancaman yang muncul dari arah Timur. Upaya mempertahankan hegemoni di kawasan Asia Pasifik dan membendung pengaruh China di Asia Pasifik serta mengamankan berbagai kepentingan nasionalnya dari kemungkinan serangan teroris. Keputusan AS itu juga berkaitan dengan pertumbuhan kekuatan militer China yang makin besar beberapa tahun belakangan. Pertumbuhan militer dan sikap China yang makin agresif dalam beberapa perselisihan teritorial dengan tetangga-tetangganya membuat negara-negara, seperti Jepang dan Korea Selatan, meminta jaminan AS untuk tetap menjadi penyeimbang kekuatan di kawasan ini.
Ditinjau dari pendekatan aspek pertahanan, menguatnya pengaruh Amerika Serikat di Asia Pasifik menempatkan 2.500 marinirnya di Australia tersebut akan memberikan dampak bagi pertahanan Indonesia antara lain :
3.3.1.      Dalam perspektif teori Security Dilema, dimana bila suatu negara meningkatkan kekuatan pertahanannya maka akan menciptakan dan melahirkan rasa ancaman dan kegelisahan bagi negara-negara sekitarnya. Pembangunan pangkalan militer baru AS di Darwin telah melahirkan rasa ancaman bagi negara-negara kawasan ASEAN dan Indonesia. Sikap ini juga akan menghasilkan kebijakan akan meningkatkan pembangunan dan peningkatan pertahanan dalam negeri Indonesia. Termasuk kemungkinan akan melahirkan kebijakan luar negeri guna meningkatkan kapabiltas dan kemampuan pertahanan melalui JOIN FORCES dengan negara-negara sekitar yang merasa senasib dan memiliki visi sama untuk meminimalisir tingkat ancaman Pasukan AS tersebut seperti tidak menutup kemungkinan adanya semacam Pakta Pertahanan ASEAN.
3.3.2.      Akan semakin masifnya aktifitas positive intelijen Militer AS di wilayah ASEAN dan Indonesia yang terdekat dengan pangkalan Darwin tersebut. Operasi Positive Inteligent mereka akan memanfaatkan Imagery Intelijen (Intelijen Citra / Satelit) dan Signal Intelijen atau intelijen teknik dengan memanfaatkan teknologi tinggi seperti radar pengawas, pesawat pengintai tanpa awak dan intercepting frequency (penyadapan gelombang radio). Menurut pengamat ekonomi politik, Ichsanuddin Noorsy menjelaskan, penempatan pasukan Amerika Serikat di Darwin, Australia membuat Indonesia semakin tak berdaya dalam perspektif militer. Posisi Darwin hanya berjarak 280 kilometer saja dari Indonesia. Dalam kontruksi Asia Timur dan Asia Tenggara, peperangan militer dalam pengertian kontak senjata hampir bisa dipastikan sulit terjadi. Namun dalam konteks pemantauan dan kegiatan intelejen untuk perang ekonomi, pasukan Amerika itu sangat memberi makna bagi kedudukannya sebagai kekuatan tunggal.  Amerika hingga hari ini adalah negara dengan kekuatan tempur yang tinggi dan belanja pertahanannya hingga 45,7 persen dari total APBN. Amerika sendiri, menyebar pasukannya lebih dari 100 ribu tentara di luar kawasan negaranya. Dalam hitungan di atas kertas, pendekatan dan kekuatan militer Amerika yang didukung oleh NATO tidak ada lawannya.
3.3.3.       Pelanggaran kedaulatan wilayah udara, laut, teritori ZEE akibat adanya patroli patroli dan aktifitas Pasukan AS dan Australia tersebut. Ini akan melahirkan potensi konflik antar negara karena wilayah Indonesia yang demikian luas. Dengan kemampuan teknologi pesawat pengintai tanpa awak dan anti radar, akan dengan mudah bagi Pasukan AS untuk melakukan pelanggaran-pelanggaran wilayah dalam rangka aktifitas pengintaian tersebut
3.3.4.         Ancaman disintegrasi terhadap Trouble Spot Indonesia di wilayah Indonesia Timur seperti Papua dan Maluku akan semakin meningkat. Pengalaman lepasnya Timor Timur akibat campur tangan Australia harus menjadi pelajaran berharga guna mewaspadai intervensi AS dan Australia terhadap Separatis Papua dan Maluku. Terutama bila dihadapkan dengan adanya kepentingan AS di Papua dengan adanya PT Freeport. Isu HAM, Lingkungan Hidup, Kemanusiaan, demokrasi dan terorisme serta Bencana Alam akan menjadi pintu masuk bagi AS dan Australia untuk mengintervensi beberapa kawasan dan negara termasuk Indonesia. Dalam konteks isu Papua Merdeka yang dianggapnya menjadi lebih strategis lagi saat Menlu AS Hillary berpendapat bahwa Papua membutuhkan reformasi legal. Pernyataan ini belum dapat dimaknai secara jelas, tapi ini tanda bagi Indonesia bahwa Papua akan menjadi fokus Amerika Serikat. Perubahan geopolitik Global pasca perang dingin, memungkinkan pergeseran locus konflik termasuk perebutan sumberdaya alam, khususnya energi. Posisi Strategis Papua dan kerentanan sistem pertahanan RI menjadi daya tarik tersendiri bagi AS untuk memperebutkanya karena sumberdaya alam yang tinggi. Rencana dan wacana serta desakan renegosiasi terhadap Freeport telah membuat AS harus mengantisipasi dengan menggelar kekuatan militer mereka di sekitar Papua tersebut.
3.3.5.         Akan semakin di intensifkan tawaran kerjasama pertahanan dari AS dan Australia. Kerjasama yang sudah terjalin selama ini merupakan awal yang baik bagi AS dan Australia untuk semakin meningkatkan bentuk kerjasama dan tawaran bantuan seperti yang sudah Indonesia terima berupa bantuan Pesawat dari Australia. Namun bentuk kerjasama pertahanan dengan Indonesia selama ini lebih kepada upaya AS untuk menguasai pertahanan Indonesia dan ketidakberdayaan Indonesia untuk menolak. Tawaran Kerjasama Menteri Pertahanan Amerika Serikat kepada Filipina yang akan membantu Filipina meningkatkan kemampuan Angkatan Laut yang lebih kuat dan meningkatkan patroli di Pantai yang menjadikan AS memperkuat statusnya di Kawasan Asia Pasifik untuk kepentingan strategis AS adalah contoh soal yang dapat juga terjadi kepada Indonesia.
Implikasi secara politik maupun militer yang berpotensi negatif terhadap Indonesia terkait dengan peningkatan kehadiran militer Amerika Serikat di Australia tentu saja sejak dini hendaknya diminimalisasi oleh Indonesia. Secara bilateral, Indonesia sebenarnya dapat memanfaatkan The Indonesia-US Comprehensive Partnership dan The Lombok Agreement sebagai cara untuk meminimalisasi potensi negatif tersebut. Adapun secara multilateral, Indonesia melalui ASEAN dapat memanfaatkan Treaty of Amity and Cooperation (TAC) yang telah ditandatangani oleh Amerika Serikat dan Australia, penempatan divisi baru di sorong papua yang diperkuat 15.000 marinir serta kapal perang yang juga disiagakan dan membentuk satu armada baru yaitu armada timur yang berpusat juga di sorong merupakan langkah yang tepat dilakukan oleh Indonesia untuk setidaknya mengantisipasi setiap langkah mungkin terjadi di wilayah tersebut dan menjadi jawaban tegas indonesia atas ancaman yang mungkin timbul dari penempatan marinir Amerika Serikat di Australia.
3.4.            Pelanggaran wilayah indonesia oleh australia Laut wilayah Indonesia merupakan bagian dari wilayah kedaulatan Indonesia di bagian perairan Indonesia. Penentuan batasan dan lebar laut wiayah Indonesia didasarkan pada Konvensi Hukum Laut Internasional 1982, dimana Indonesia dan Australia merupakan negara-negara yang meratifikasi Konvensi tersebut. Dalam hokum nasional, laut wilayah Indonesia ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia.
Pelanggaran perairan wilayah Indonesia oleh kapal Angkatan Laut Australia yang melaksanakan kebijakan “turnback policy” ketika menghalau perahu  pencari suaka dalam perjalanan mereka menuju Australia, tidak perlu terjadi sekiranya awak kapal AL Australia telah mengetahui koordinat posisi batas laut wilayah Indonesia, apalagi kebijakan “turnback policy” Australia ini ditolak oleh Indonesia. Menjadi pertanyaan pengamat kedua Negara tentang kecanggihan peralatan kapal Angkatan Laut Australia yang seharusnya dapat menentukan posisi kapal, bahkan anggota DPR Tantowi Yahya sempat menyampaikan kemarahannya atas pelanggaran kapal AL Australia ini dengan mengatakan bahwa Australia bodoh tidak mengetahui posisi kapal ALnya yang telah melanggar batas wilayah laut Indonesia.
Ataukah pelanggaran ini memang disengaja untuk memancing reaksi Indonesia? Mengingat pelanggaran yang sama telah dilakukan berkali-kali, dan pada pelanggaran ke-5 ini (menurut pengakuan Australia). Indonesia baru bereaksi dengan mengirimkan kapal-kapal TNI AL keperbatasan laut Indonesia dan Australia untuk melakukan patroli, menjaga kemungkinan jangan sampai terjadi lagi pelanggaran kapal AL Australia. Beberapa pengamat di Australia menilai, penempatan kapal patroli TNI AL ini akan lebih banyak diarahkan untuk mencegah perjalanan perahu-perahu yang mengangkut pencari suaka menuju Australia.
Dalam jumpa pers tanggal 15 Januari 2013 di Canberra, Menlu Bishop, Menteri Imigrasi Morrison dan Panglima Angkatan Bersenjata Australia Jend. Hurley mengakui pelanggaran kapal Angkatan Laut Australia atas batas lautwilayah Indonesia dan menyampaikan permohonan maaf kepada Pemerintah Indonesia serta berjanji bahwa pelanggaran ini tidak akan terjadi lagi. Namun permintaan maaf Australia ini kemudian dilanjuti dengan komentar-komentar Perdana Menteri Tony Abbott, yang sepertinya tidak ingin kehilangan muka di depan konstituennya, berusaha untuk membela apa yang telah dilakukan kapal Angkatan Laut negaranya ketika melanggar wilayah batas laut Indonesia. Komentar Abbott diantaranya :
1. Pelanggaran kapal AL Australia ini dilakukan secara tidak sengaja. Pertanyaannya  apakah pelanggaran yang dilakukan paling sedikit 5 kali ini dilakukan secara tidak sengaja? Rasanya tidak mungkin. Angkatan Laut Australia beberapa kali telah menangkap nelayan Pulau Rote yang mencari ikan karena melanggar melintasi batas lautwilayah Australia dan Indonesia.
2. Perahu-perahu Indonesia yang mengangkut pencari suaka juga telah melanggar kedaulatan Australia. Pertanyaannya, apakah Abbott juga tidak bias membedakan pelanggaran kapal militer AL Australia yang dilengkapi peralatan canggih telah melanggar batas kedaulatan negara lain dibandingkan dengan perahu-perahu sederhana yang dibayar oleh sindikat organisasi kejahatan trans-nasional people’s smuggling untuk mengangkut pencari suaka yang menuju secar adiam-diam dan illegal ke Australia. Awak kapal Indonesia yang mengangkut pencari suaka telah ditangkap dan mendapatkan hukuman di penjara Australia, perahu yang membawa pencari suka telah disita dan dimusnahkan.
3. Membandingkan pelanggaran AL Australia ini sebagai hal yang biasa seperti kesalahan pemain yang meleset menangkap bola dalam pertandingan cricket. Komentar Abbott ini merupakan komentar yang sepantasnya tidak diucapkan oleh seorang sekelas pemimpin Australia. Abbott terkesan menganggap ringan pelanggaran batas laut ini. Padahal  dengan terjadinya pelanggaran AL Australia ini, Indonesia dapat saja mengajukan gugatanke Mahkamah Arbitrasi Internasional.
Mencermati sikap para pemimpin Australia, kiranya Abbott dapat mengambil pelajaran dari Menlu Julie Bishop, Menteri Imigrasi Scott Morrison dan Jend. David Hurley yang bersikap sebagai negarawan menyampaikan permintaan maaf dan menjelaskan peristiwa pelanggaran AL Australia dengan bijak, serta menahan diri mengeluarkan komentar yang dapat memperkeruh suasana hubungan Australia dengan Indonesia sejak terbongkarnya kasus penyadapan beberapa waktu lalu. Tampaknya Abbott tidak mampu membedakan posisinya ketika ia berbicar alugas di parlemen Australia saat sebagai pemimpin oposisi kepada pemerintah yang berkuasa, dengan dirinya yang saat ini telah menjadi pemimpin Negara ketika berinteraksi dengan negara lain.
Reaksi Indonesia, Sebagaimana diakui Juru Bicara TNI AL dan TNI AU, armada perang Indonesia sudah mendekat kewilayah Australia. Sejumlah kapal perang telahdi pindahkan keperbatasan Australia. Sejumlah pesawat tempur lagi, sudah disiagakan. Sehingga secara faktual, tensi permusuhan Indonesia terhadap Australia sudah mendidih.
Penyiagaan armada tempur oleh pihak Indonesia bias diartikan sebagai sebuah tantangan baru terhadap Australia. Dan bila Australia juga menerima tantangan, perang terbuka laut dan udara, tentunya tak terhindarkan. Lain halnya kalau kesiapan itu hanya dimaksudkan sebagai sebuah perang urat syaraf (psy war) semata.
Sebetulnya, Indonesia sudah melayangkan surat protes atas insiden itu. Dan pemerintah Australia secara resmi sudah mengakui pelanggaran itu serta telah pula meminta maaf. Namun otoritas Indonesia, nampaknya tidak merasa puas kalau hanya melayangkan protes diplomatik. Begitu juga Indonesia tidak merasa cukup dengan pernyataan permintaan maaf oleh Menteri Imigrasi Australia, Scott Morrison. Lalu Indonesia pun menyiagakan kekuatan tempur militer dan hingga saat ini hubungan indonesia dengan australia belum kunjung membaik yang ditunjukkan dengan masih dibekukannya hubungan kerjasama dalam multibidang antara kedua negara oleh pemerintah Indonesia, penarikan duta besar Indonesia untuk Australia yang cukup memposisikan hubungan kedua negara di titik puncak permusuhan meskipun telah ditempatkan kembali duta besar Indonesia di Canberra, namun tetap saja dampak dari kasus penyadapan dan pelanggaran yang dilakukan Australia masih tetap berlangsung hingga Australia mau memenuhi tuntutan indonesia yang disampaikan oleh presiden SBY dan dilanjutkan oleh presiden Jokowi saat ini dimana pemerintah Indonesia tidak bersedia berkerja sama dalam menanggulangi manusia perahu (pencari suaka) dikarenakan Australia merupakan negara yang turut serta menandatangani Konvesi Jenewa yang berisikan bahwa Australia bersedia menampung para pencari suaka, dan dalam kasus yang lain Indonesia menuntut Australia untuk mengklarifikasi aksi penyadapan yang dilakukan terhadap presiden SBY beserta rombongan saat mengunjungi Australia, serta Indonesia meminta agar Australia terbuka atas kegiatan intelejennya di Indonesia demi menghindari hal yang sama terjadi lagi dikemudian hari.
3.5.            Dalam menghadapi pergeseran geopolitik yang terjadi dikawasan asia pasifik yang dimana Indonesia merupakan negara yang ada di dalamnya, diperlukan strategi pertahanan yang baik dan terpadu serta mampu melindungi kedaulatan negara dan mampu mengirimkan pesan terhadap negara lain bahwa suatu kesalahan besar jika mengganggu kedaulatan negara. Dalam hal ini terdapat beberapa cara diantaranya memiliki ideologi politik internasional yang tegas dan lugas, memiliki diplomat diplomat yang handal dalam melakukan setiap perundingan internasional, dan kekuatan militer yang tangguh.
Indonesia dalam hal pemenuhan kekuatan militer yang tangguh mengalami banyak kendala terutama soal anggaran, militer indonesia pernah mengalami masa kejayaan pada era 1950-1960an yang dimana pada saat itu memiliki armada tempur yang diakui terbesar di belahan bumi selatan yang diperoleh dari kedekatan Indonesia dengan Uni Soviet, dimasa itu tidak satu negara pun berani mengusik kedaulatan indonesia. Indonesia yang diperkuat 12 kapal selam kelas whiskey, kapal perang kelas irian yang merupakan satu dari 4 negara yang memiliki kapal perang sebesar tersebut selain Uni soviet, inggris, Amerika Serikat, dan banyak pesawat mig supersonic yang merupakan pesawat tercanggih dimasanya yang membuat indonesia mempertegas posisinya di Wilayah regional maupun dunia.
Namun era kejayaan itu seakan hilang seiring berjalannya waktu, pergantian pemimpin yang tidak memiliki ideologi pertahanan luar membuat indonesia dipandang lemah dan tidak lagi sanggup untuk melindungi wilayahnya sendiri, di era presiden Soeharto militer indonesia masih dipandang kuat namun bergantung kepada salah satu negara adidaya yang dimana setiap kebijakan pertahanan yang akan diambil selalu memboncengi kepentingan asing di Indonesia, Amerika Serikat tidak menginginkan indonesia kembali kepada saat masa kejayaan yang dilanjutkan dimana Amerika Serikat merupakan pemasok utama perlengkapan militer indonesia, hal ini dipandang bahwa indonesia mampu melindungi wilayahnya jika Amerika Serikat merestui kebijakan yang diambil pemerintah indonesia, namun pada kenyataannya Amerika Serikat selalu ingin memperlemah posisi indonesia dengan selalu bertentangan dengan kebijakan pemeritah indonesia. Titik puncaknya terjadi pada tahun 1998 dimana krisis moneter yang melanda Indonesia atau bahkan krisis multidimensional yang terjadi membuat setiap aspek perlengkapan negara baik ekonomi maupun militer mengalami kemunduran, dan setelah itu terjadi konflik internal di Timor-Timor yang dimana rakyat Timor-timor mengingikan kemerdekaan atas wilayahnya. Indonesia menentang keras akan hal ini, namun Timor-timor tidak sendiri melainkan mendapat dukungan dari Australia dan Amerika Serikat untuk merdeka dari Indonesia. Ini menjadi bukti bahwa seperti apa cara yang terbaik negara ini dalam memandang negara lain di negeri sendiri, Indoensia yang berusaha mempertahankan kedaulatan negara di anggap melakukan pelanggaran HAM di wilayah Timor-Timor. Dan Amerika Serikat merupakan negara yang paling bersuara akan pelanggaran HAM tersebut, hal itu menunjukan pemimpin indonesia saat itu telah merasakan dampak dari perilaku yang tunduk kepada asing demi keberlangsungan kekuasaannya.     
Indonesia berada diposisi yang lemah untuk mempertahankan Kedaulatan sendiri hingga masa reformasi muncul berbagai pelanggaran wilayah indonesia yang dilakukan oleh negara lain seperti, lepasnya pulau sipadan dan ligitan, pelanggaran wilayah ambalat oleh malaysia dan banyak hal lagi. Ini sudah sangat menunjukan bahwa angkatan perang indonesia sangat lemah dan tidak mampu menghadapi gangguan yang dilakukan oleh negara lain. Sejak peristiwa ambalat tersebut barulah pemerintah sadar bahwa kekuatan militer memainkan peranan penting baik dalam kelangsungan ekonomi negara maupun daya tawar Indonesia terhadap negara lain. Indonesia mulai memperkuat militernya dengan porsi 0,8% dari total PDB yang sekitar 45 Triliun rupiah pada 2005 hingga 90  Triliun pada tahun 2014, serta dengan program MEF (minimum esensial force) yaitu pemenuhan kebutuhan minum angkatan perang yang dibagi menjadi 3 periode 2009-2014,2014-2019,2019-2024 yang dimana setiap periode diberikan anggaran sebesar 15 Milyar Dollar (sekitar 150 Trilun diluar anggaran utama TNI) dinilai langkah tepat pemerintah dalam mencukupi kebutuhan militer untuk melindungi kepentingan negara baik di dalam negeri maupun luar negeri, pemerintah mulai memesan berbagai perlengkapan perang dari berbagai produsen dengan mensyaratkan Transfer of Technology dalam setiap pembeliannya untuk kemandirian bangsa. Mulai berdatangan alusista (alat utama sistem persenjataan) pada tahun 2007 yaitu kapal perang kelas Corvett sebanyak 4 unit, pemesanan 3 kapal selam kelas Changbogo dari korea selatan yang 1 diantaranya akan di produksi di indonesia, kerjasama pembuatan pesawat tempur generasi 4,5 bersama korea selatan dimana Indonesia menyumbang 20% total pembiayaan dan akan mendapat 50 unit pesawat tempur pada tahun 2020, pembelian Tank Leopard dari jerman sebanyak 150 unit disertai dengan produksi bersama dan masih banyak lagi.
Kebijakan ini membuat indonesia lebih diperhitungkan sebagai kekuatan di Wilayah regional dan membuat indonesia memiliki daya tawar dalam setiap konflik yang terjadi yang melibatkan indonesia, sebagai contoh konflik dengan australia dimana terjadi pelanggaran wilayah oleh australia, militer indonesia yang segera merespon dengan mengirimkan beberapa kapal perang ke wilayah perbatasan di anggap mampu memberikan tanggapan yang tegas sehingga membuat australia hanya komentar-komentar yang memancing ketegangan yang lebih serius namun tidak dengan militernya. Hal ini dipandang banyak pengamat militer bahwa militer Indonesia sudah menunjukan kekuatan sebagaimana mestinya dan dianggap mampu mengatasi masalah serta memberikan rasa keamanan kepada rakyat indonesia, militer Indonesia sudah mengalami banyak kemajuan yang pesat dengan berada di posisi 15 dunia militer terkuat mengalahkan banyak negara besar, dan dalam konflik yang belakangan terjadi yaitu konflik di laut china selatan dimana indonesia memainkan peranan penting sebagai penyeimbang kekuatan di Asia Tenggara.
                        Dengan kekuatan militernya, Indonesia dinilai sebagai kunci stabilnya wilayah asia tenggara yang membuat 2 kekuatan besar yaitu china dan amerika serikat berebut untuk mencuri perhatian indonesia. Namun berkaca pada pengalaman dimasa lalu, Indonesia lebih berhati-hati dalam kebijakan militernya untuk menghindari kejadian yang sama terulang kembali. Indonesia tetap berdiri sendiri dengan kekuatan 3 matra yaitu udara,darat dan laut yang didukung dengan persenjataan modern yang sudah dimiliki dengan doktrin Green water navy yang dimana sanggup mempertahankan wilayah sendiri kemudian mampu menyerang lawan sampai ke titik pangkalnya sudah cukup menjelaskan bahwa negara ini memiliki militer yang kuat untuk melindungi wilayah kedaulatan, kepentingan ekonomi indonesia, dan meningkatkan posisi tawar indonesia di internasional.


Sumber : Pribadi (Thaipan Aditya Sandy)

No comments:
Write comments

Search This Blog