DAFTAR ISI
DAFTAR
ISI............................................................................................................................
KATA
PENGANTAR.............................................................................................................
BAB
I
PENDAHULUAN.......................................................................................................
I. Latar
Belakang.............................................................................................................
II. Tujuan..........................................................................................................................
III. Metodelogi...................................................................................................................
BAB
II PERMASALAHAN...................................................................................................
BAB
III PEMBAHASAN.......................................................................................................
BAB
IV
PENUTUP................................................................................................................
I. Kesimpulan.................................................................................................................
II. Saran
dan Kritik..........................................................................................................
DAFTAR
PUSTAKA............................................................................................................
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas karunia-Nya, saya dapat menyelesaikan makalah kerwarganegaraan tentang “ Dampak pergeseran geopolitik internasional terhadap
pertahanan dan keamanan indonesia”. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Kewarganegaraan. Di samping itu, saya juga berharap makalah ini mampu memberikan kontribusi dalam menunjang
pengetahuan mahasiswa pada khususnya dan pihak lain pada umumnya. Dengan terselesaikannya
makalah ini, saya mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang
telah membantu dan memberikan bantuan dalam pembuatan makalah ini yang tidak dapat disebutkan satu per
satu. Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu saran dan kritik yang membangun sangat saya
harapkan demi kesempurnaan
makalah ini. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi semua.
Bandar Lampung, 7 Desember 2014
Thaipan
Aditya Sandy
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan internasional dan pertumbuhan
pesat yang terjadi di Asia Timur dan Pasifik, muncul sebuah negara dengan
kekuatan ekonominya yang kuat yaitu Republik Rakyat China (RRC). China yang
sebelumnya hanya negara berkembang berevolusi menjadi sebuah negara yang maju
dan berperan penting dalam perekonomian dunia serta berkepentingan dengan
wilayah regional untuk memastikan kedaulatan dan keamanan jalur pelayaran
logistik mereka. Hal ini menimbulkan kekhawatiran berbagai negara terutama yang
berbatasan langsung dengan wilayah China itu sendiri, terlebih negara adidaya
Amerika Serikat mulai merasakan kegundahan dengan segala kemajuan yang China
lakukan dan mulai memperhatikan sekutunya yang berada di Wilayah Regional Asia
Pasifik. Indonesia yang merupakan negara besar di wilayah Asia Tenggara juga memiliki
kepentingan menjaga kedaulatan negara atas seluruh wilayah Indonesia, karena
bukan tidak mungkin suatu saat terjadi gesekan antar negara di wilayah Asia
Tenggara ataupun perang yang bisa terjadi kapan saja akibat pergeseran
geopolitik internasional dari Timur Tengah ke Asia Pasifik dan Tenggara, ini
menjadi salah satu perhatian utama pemerintahan indonesia saat ini lewat
doktrin “Poros Maritim”. Pergeseran geopolitik sendiri terjadi karena Amerika
Serikat yang sebagai satu-satunya negara adidaya merasa tersaingi pengaruhnya
oleh China yang terus menunjukkan kemajuan dalam berbagai hal, Negeri paman sam
sendiri merasa perlu untuk lebih menancapkan pengaruhnya untuk melindungi
kepentingannya di Asia Pasifik sehingga Amerika Serikat memindahkan sebagian
besar angkatan militernya ke negara sekutu mereka di wilayah Asia Pasifik dan
memindahkan konsentrasi mereka atas konflik di Timur Tengah. Kondisi ini
membuat negara-negara di Asia Tenggara merasa berada di tengah dua negara yang
beradu kekuatan militer, dan membuat setiap negara di asia tenggara termasuk
indonesia untuk memperkuat militernya sehingga terjadi perlombaan senjata di
Asia Tenggara dan dapat disimpulkan Terjadinya ketidakstabilan keamanan di Asia
Tenggara akibat pergeseran geopolitik tersebut. Konflik kepulauan sparatly
antara china dan negara-negara di Asia Tenggara di laut china selatan menjadi
bukti awal bahwa akan ada dampak yang lebih besar akibat superioritas salah
satu negara yang lebih mengedepankan kekuatan militer dari pada meja perundingan.
Meskipun tidak terlibat dalam konflik, Indonesia merasa perlu memagari wilayah
kesatuan negara indonesia atas klaim-klaim oleh negara lain sesuai amanat UUD
1945 yaitu menjaga keutuhan bangsa, dan cara yang tepat dalam menghadapi
pergeseran geopolitik ini adalah memperkuat militer dan mempertegas kedaulatan
negara atas semua wilayah NKRI serta tetap mengedepankan perundingan untuk memecahkan
permasalahan yang muncul dan tidak lupa untuk mengembangkan SDM untuk dapat
mengolah sumber daya alam yang dihasilkan agar menjadi negara yang
berkedaulatan.
1.2
Tujuan
1.2.1
Dengan adanya makalah yang berjudul Dampak Pergeseran Geopolitik terhadap Indonesia ini dapat membuat masyarakat mengetahui kondisi negara dalam dunia internasional.
1.2.2
Penulis mengiginkan makalah ini menjadi
bahan bacaan yang menarik bagi para pembaca serta menjadi
pengetahuan umum masyarakat dalam bidang pertahanan.
1.2.3
Penulis berharap makalah ini dapat
menjadi bahan materi pada mata kuliah pendidikan
kewarganegaraaan dan dalam tugas yang sama.
1.3
Metodelogi
Saya
menggunakan 2 metode penulisan makalah dimana dua metode ini saling berkaitan
dan tepat pada permasalahan yang dibahas.
1.3.1
Metode Deskriptif
Metode
deskriptif ialah suatu metode penelitian yang digunakan dalam Penelitian
deskriptif untuk menggambarkan fenomena yanga ada. Penelitian deskriptif
merupakan penelitian yang memberi uraian mengenai gejala social yang diteliti
dengan mendeskripsikan tentang nilai variable bedasarkan indicator yang
diteliti tanpa membuat hubungan dan perbandingan dengan sejumlah variable yang
lain.
Tujuan
metode ini adalah :
1.
Mengumpulkan informasi actual secara rinci yang melukiskan gejala.
2.
Mengidentifikasi masalah dan memeriksa praktik yang berlaku.
3. Menetapkan
keputusan dalam permasalahan.
1.3.2 Metode Studi
Kasus
Metode
Studi Kasus ialah metode yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan
terhadap suatu “kesatuan system”, baik itu berupa program, kegiatan, peristiwa,
atau sekelompok individu yang terikat oleh tempat ataupun waktu. Penelitian ini
diarahkan untuk menghimpun data, mengambil makna,dan memperoleh pemahaman dari
kasus tersebut. Suatu kasus tidak dapat mewakili populasi dan tidak dimaksudkan
untuk memperoleh kesimpulan dari populasi.Keismpulan sudi kasus hanya berlaku
bagi kasus yang diteliti. Karena tiap kasus bersifat unik dan memiliki
karakteristik yang berbeda antara yang satu dengan yang lain.
Studi
kasus memiliki beberapa kelemahan,antaralain :
1.
Sulit dibuat inferensi kepada populasi
2.
Mudah dipengaruhi pandangan subjektif
Adapun
keunggulan studi kasus ini ialah:
1.
Dapat memberi hipotesis untuk penelitian lanjutan
2.
Mendukung studi-studi besar dikemudian hari.
BAB
2
PERMASALAHAN
Pergeseran geopolitik internasional yang menjadi perhatian saat ini disebabkan
oleh salah satunya adalah sumber daya alam terkandung dalam suatu wilayah
sehingga membuat beberapa negara saling mengklaim atas wilayah tersebut. Disini
penulis menjabarkan beberapa dampak langsung pergeseran geopolitik terhadap
negara kesatuan republik indonesia (NKRI) yaitu :
Pertama
klaim negara kerajaan malaysia terhadap wilayah indonesia di kepulauan
ambalat Kalimantan Timur yang mengandung minyak bumi dan gas alam yang
melimpah.
Kedua
meskipun tidak diakui secara langsung, namun china telah sepihak membuat garis
kedaulatan yang dinamakan “nine
dash lines”, dimana garis tersebut telah masuk ke wilayah indonesia
di kepualauan natuna yang juga mengandung sumber daya alam yang melimpah dan
letaknya dijalur pelayaran internasional.
Ketiga
penempatan 2.500 marinir Amerika Serikat di Australia yang bertujuan
mengantisipasi kekuatan china, namun mengancam kedaulatan negara khususnya di
Wilayah Papua dimana terdapat kandungan tambang terbesar didunia.
Keempat
pelanggaran wilayah kedaulatan yang sering dilakukan oleh Australia
yang mengusir keluar para pencari suaka (imigran) sampai ke dalam wilayah
indonesia seolah tidak menghargai Indonesia sebagai negara yang berdaulat.
Kelima
lambatnya pembangunan angkatan bersenjata yang dirasa belum cukup untuk
mengamankan seluruh wilayah NKRI dalam menghadapi geopolitik yang berubah-ubah.
BAB
3
PEMBAHASAN
3.1. Wilayah
Ambalat berada di Laut Sulawesi, sebelah timur pantai Kalimantan. Indonesia dan
Malaysia saling klaim atas lempeng benua (continental) shelf) dan Zona Ekonomi
Eksklusif di wilayah itu. Oleh karena itu, sengketa yang terjadi tidak bersifat
territorial. Clive Schofiled dan Ian
Storey menduga bahwa “Malaysia menganggap perbatasan Maritimnya ditentukan atas
dasar sama jarak (equidistant), dengan Pulau Sipadan dan Ligitan. Namun
problemnya, ICJ tidak memutuskan batas maritime tersebut. Disisi lain,
Indonesia mengklaim bahwa pulau-pulau kecil itu tidak lebih dari pulau karang
berdasarkan definisi UNCLOS. Oleh karena itu, Indonesia menuntut haknya atas
jurisdiksi 12 mil laut dari territorial lautnya yang tidak mencakup perluasan
continental shelf ataupun EEZ. Oleh
karena itu, penentuan garis perbatasan maritim dalam pandangannya berdasarkan
pada kompromi kedua belah pihak atas status legal wilayah tersebut dan dampak
potensialnya pada delimitasi yang berbasis prinsip jarak yang sama.
Schofield dan
Storey secara tepat mencatat apa yang terjadi dalam ketegangan Indonesia dan
Malaysia atas Blok Ambalat antara Februari dan Maret 2005. Desember 2004,
Indonesia memberi ijin eksplorasi wilayah yang diklaimnya di Blok Ambalat
kepada Perusahaan Minyak ENI Italia dan UNOCAL AS. Ketegangan mulai muncul ketika
Malaysia memberikan ijin eksplorasi di wilayah yang diperselisihkan kepada
Petronas Carigali dan International Royal Dutch/Shell Group, 16 Februari 2005.
Konsesi blok yang diberikan bertubrukan dengan bagian blok Ambalat yang diklaim
Indonesia.
Departemen Luar
Negeri menganggap tindakan Malaysia melanggar kedaulatan dan berikutnya
mengirimkan nota protes kepada pemerintah Malaysia. Langkah seruap diambil
Malaysia.
Ketika hubungan
diplomatik memburuk, militer dikirim ke wilayah yang diperselisihkan. 3 Maret,
Presiden Indonesia SBY menginstruksikan “militer untuk melindungi kedaulatan
Indonesia dan mengamankan wilayah sengketa.” Saat tiga kapal AL Indonesia
berpatroli di wilayah sengketa, gugus tugas dari armada Indonesia Timur secara
bertahap dikirim hingga mencapai 8 kapal perang dengan dibantu 4 jet tempur
F-16 yang ditempatkan di Balikpapan, Kalimantan Timur, 7 Maret.
Angkatan bersenjata
Malaysia juga menempuh langkah yang sama sambari mengupayakan jalur diplomasi.
4 Maret, angkatan laut dan kapal polisi laut Diraja Malaysia dimobilisasi ke
Blok Ambalat. Unit angkatan udara juga
diperkuat di Sabah dan Sarawak. Ketika pembicaraan diplomatik dimulai, militer
Indonesia mengurangi kehadiran sejumlah kapal perangnya di wilayah Ambalat
namun menolak untuk ‘menarik diri’. Meski demikian, pengurangan armada kapal
perang di wilayah sengketa tidak mencegah terjadinya insiden kecil. Kapal
perang Indonesia KRI Tedung Naga bertabrakan dengan kapal patroli KD Rencong.
Kedua belah pihak
saling menuduh menjadi penyebab tabrakan. Dalam pertemuan darurat merespon
insiden tersebut, Presiden Yudhoyono memerintahkan panglima militer untuk
menahan diri dan memberikan kesempatan kepada pemerintah menyelesaikan
permasalahan tersebut dengan cara damai. Langkah yang sama juga ditempuh
Malaysia.
Presiden SBY
semakin meningkatkan posisi politiknya ketika mengunjungi Pulau Sebatik,
wilayah Indonesia terdekat dengan Blok Ambalat, 8 Maret 2005, sehari sebelum
Menlu kedua negara dijadwalkan menyelenggarakan pertemuan darurat. Kunjungan
SBY ke pulau Sebatik berbarengan dengan klaim militer Indonesia bahwa 7 kapal
perangnya mengejar kapal patroli Malaysia. Selain, itu diumumkan penempatan batalion angkatan laut dari Jawa
ke Kalimantan Timur.
Blok Ambalat secara
strategis sangat penting karena potensi hydrocarbon yang dikandungnya serta
nilainya dalam perspektif SLC. Meskipun nilai blok itu strategis, namun dimensi
nasionalisme dalam isu ini di Indonesia lebih menonjol. Isu ini menarik
perhatian masyarakat Indonesia dan memicu gelombang anti Malaysia di semua
tingkatan masyarakat dari rakyat kecil hingga elit politik. Dalam isu ini,
masyarakat Indonesia secara kompak menyuarakan penentangannya atas klaim
Malaysia, sehingga mengingatkan kembali slogan propaganda pada era Sukarno,
‘Ganyang Malaysia’. Pelbagai demonstrasi diadakan di depan gedung Kedutaan
Malaysia. Bendara Malaysia dibakar
selama demo anti Malaysia. Kondisi ini berbeda sekali dengan apa yang terjadi
di Malaysia. Respon masyarakatnya atas perselisihan ini relatif tenang dan bahkan
cenderung apatis.
Meski demikian,
sentimen yang tinggi di Indonesia atas kasus Ambalat tidaklah berdiri sendiri.
Selain karena kekecewaan atas keputusan ICJ dalam kasus Pulau Sipadan dan
Ligitan, rakyat Indonesia marah atas
perlakuan Malaysia yang dipandang tidak manusiawi dalam kasus repatriasi
(pemulangan) sekitar 1 juta tenaga kerja illegal Indonesia. Malaysia dipandang
berlebihan dalam memburu para pekerja illegal tersebut, termasuk didalamnya
pemenjaraan berat dan isolasi. Tindakan
Malaysia dipandang sangat arogan.
Media Indonesia
juga memainkan peranan penting dalam menyulut retorika anti Malaysia.
Perseteruan Ambalat antar kedua negara juga merambah ke dunia maya. Para hakcker Indonesia menyerang
sejumlah situs resmi pemerintah Malaysia. Para hakcker Malaysia pun membalasnya
dengan menggangu situs pemerintah Indonesia. Sengketa Ambalat lebih dari isu
kedaulatan maritim dan sumber daya alam. Isu itu telah menjadi refleksi
sentimen murni masyarakat Indonesia atas buruknya hubungan kedua negara.
Hingga kini kasus
Ambalat belum dapat diselesaikan. Menurut van Zorge Report, 9 April 2007
tentang Indonesia, ”ada indikasi Indonesia khawatir kehilangan Blok Ambalat
sehingga tidak mau menempuh arbitrase Internasional. Para pemimpin militer
Indonesia yang cenderung konservatif tampak lebih menyukai solusi militer jika
situasi di Ambalat tidak terselesaikan.
Dalam pandangan seorang pejabat lebih baik berperang sekalipun kemudian
kalah sehingga kehilangan Ambalat ketimbang kehilangan harga diri bangsa.”
3.2. Klaim China atas
kepulauan Natuna, Pada April,
Panglima TNI Jenderal Moeldoko menuduh China memasukkan wilayah-wilayah Natuna
dalam apa yang disebut "Sembilan Garis Putus-putus", batas samar yang
digunakan dalam peta-peta China untuk mengklaim sekitar 90 persen dari Laut
China Selatan seluas 3,6 juta
kilometer persegi. Klaim China itu dikenal dengan batas sembilan garis
putus-putus (nine dash lines). Laman china.org.cn, melansir
klaim itu didasari peta kuno armada Laut China pada abad kedua sebelum masehi.
Isinya mengklaim China sebagai penemu Kepulauan Nansha (Spratly).
Walau Indonesia
tidak masuk ke dalam kategori negara pengklaim dalam sengketa Laut China
Selatan, klaim teritori itu tumpang tindih setidaknya dengan sebagian wilayah
perairan timur laut Kepulauan Natuna, Provinsi Riau. Di perairan tersebut,
setidaknya ada tiga blok eksplorasi minyak dan gas bumi milik Indonesia.
Menurut pakar
hukum laut internasional, Hasjim Djalal, Indonesia telah dua kali berupaya
menanyakan hal tersebut kepada China secara resmi. Pertama, tahun 1994 silam
dengan mengirim utusan diplomatik resmi. Namun, saat itu tidak ada
jawaban.
Upaya kedua,
dilakukan tahun 1995, ketika Menlu Ali Alatas berkunjung ke Beijing. Saat itu
pertanyaan Ali dijawab Menlu Qian, bahwa China tidak punya masalah dengan
Indonesia. Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa pun telah mengajukan
keberatan soal nine dash lines tersebut ke PBB tahun 2010 silam.
Meskipun Kementerian Luar Negeri mengatakan tidak ada masalah
dengan China mengenai status Natuna, namun pihak militer dalam beberapa bulan
terakhir mengeluarkan pernyataan yang lebih tegas. TNI berencana menambah kekuatan di sekitar perairan
Natuna yang merupakan salah satu wilayah terdepan Indonesia, sekaligus
mengantisipasi instabilitas di Laut China Selatan. “Penambahan dan pengerahan
kekuatan di Natuna juga untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan
‘rembesan-rembesan’ akibat instabilitas di Laut China Selatan,” ungkap Panglima
TNI Jenderal TNI Moeldoko menjawab Antara di sela-sela kunjungan lima harinya
di China.
Pulau Natuna
dengan luas daratan 2.631 kilometer persegi, di utara berbatasan dengan
peraiaran Vietnam, dan wilayah timurnya berbatasan dengan Malaysia Timur, Kalimantan
Barat dan Brunei Darussalam. Sementara itu, di barat Pulau Natuna dengan luas lautan 262.156 kilometer
persegi berbatasan dengan Semenanjung Malaysia bagian barat.
Karena
itu penambahan dan penempatan kekuatan yang proposional di Natuna perlu
dilakukan sebagai sistem peringatan dini bagi Indonesia dan TNI, sekaligus dalam
mengantisipasi dampak instabilitas di Laut China Selatan.
Persiapan
militer baik personil maupun alutsista di natuna perlu ditingkatkan dikarenakan
dalam perundingan baik bilateral maupun multilateral tekanan tiongkok yang
tanpa kompromi mengenai klaim teritorialnya di Laut Tiongkok Selatan tampaknya
sudah pasti akan menenggelamkan harapan Menteri Luar Negeri Indonesia Marty
Natalegawa saat itu untuk mencapai Kode Perilaku yang disepakati bersama, demi
melakukan arbitrase terhadap perselisihan teritorial antara Beijing dan 10
negara Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara [ASEAN].
“Indonesia
telah meminta untuk diadakannya pertemuan ASEAN khusus yang membahas mengenai
Laut Tiongkok Selatan, sebagai upaya untuk mempertahankan dan menghidupkan
kembali persatuan Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara, serta memfasilitasi
kesepakatan mengenai suatu kode etik. Namun walaupun pertemuan seperti itu
dilakukan, kemungkinan adanya kemajuan yang signifikan adalah kecil."
demikian perkiraan dari Mark Valencia, akademisi senior di Institut Studi Laut
Tiongkok Selatan Nasional, Hainan, dalam tulisan di South China Morning Post.
Pada
bulan Februari 2014, bahkan Natalegawa, yang secara konsisten telah berusaha
untuk menghindari konflik dengan Tiongkok dalam hal perselisihan Laut Tiongkok
Selatan, mengakui bahwa Jakarta tidak akan menerima keputusan Beijing jika
mereka memutuskan untuk menerapkan ADIZ(Zona Identifikasi Pertahanan Udara) di
atas perairan tersebut.
Untuk
itulah seluruh lanal (pangkalan angkatan laut) di sekitar kawasan Natuna dalam
kondisi aktif. Namun, TNI hanya akan bereaksi jika ada keputusan pemerintah.
Selebihnya, TNI tetap mengawasi perbatasan Indonesia di Natuna dengan
patroli-patroli laut. Sebelumnya, Panglima TNI Jenderal Moeldoko menyatakan
jika pihaknya sedang memperkuat armada di kawasan Natuna.
3.3. Penempatan
marinir Amerika Serikat mengancam indonesia, Sebanyak 200 pasukan Amerika
Serikat tiba di Australia sebagai gelombang pertama dari 2.500 pasukan yang
direncanakan sampai 2017 mendatang. Kedatangan pasukan AS ini disambut hangat
oleh Menteri Pertahanan Australia Stephen Smith.
“Penempatan
pasukan AS di Australia ini merupakan evolusi dari berbagai kegiatan dan
pelatihan angkatan bersenjata kedua negara dalam kerja sama militer yang sudah
dibuat sebelumnya,” jelas Smith.
Hal
tersebut juga ditegaskan dan didukung oleh Perdana Menteri Australia Julia
Gillard dan Menteri Utama Wilayah Utara Australia Paul Henderson. Penempatan
pasukan AS ini menjadi babak baru dalam 60 tahun kerja sama pertahanan antara
Australia dengan AS. Rencananya AS akan menempatkan sebanyak 2.500 prajuritnya
di Australia pada 2017 nanti. Penempatan ribuan pasukan AS di Darwin ini
menunjukkan pergeseran strategi global yang sangat signifikan.
Terkait
dengan penempatan ribuan pasukan AS ini, Smith menyatakan bahwa kemungkinan
besar AS akan menggunakan Pulau Cocos
yang terpencil sebagai pangkalan militer AS.Salah satu media Amerika Serikat
Washington Post melaporkan bahwa rencananya militer AS akan menempatkan pesawat
tempur berawak dan tidak berawak yang dikenal dengan nama Global Hawk.
Menanggapi
pernyataan dan situasi tersebut, pemerintah Indonesia bereaksi dengan mengirim
nota protes kepada Pemerintah Australia dan AS dan meminta penjelasan terkait
rencana pembangunan pangkalan militer AS tersebut. Juru Bicara Kementerian
Pertahanan Indonesia Brigadir Jenderal Hartind Asrin berpendapat bahwa
sebaiknya pemerintah Australia dan AS menjelaskan apa tujuan pembangunan
pangkalan tersebut untuk menghindari kesalahpahaman.
"Secara
prinsip Indonesia tidak memiliki wewenang untuk ikut campur dalam rencana
mereka. Namun, kami meminta mereka menjelaskan tujuan menempatkan pesawat tak
berawak dekat wilayah Indonesia," ungkap Asrin seperti dikutip Reuters,
Dalam
acara menyambut kedatangan tentara AS di Australia tersebut, tiga pejabat
Australia, yaitu: Perdana Menteri Australia Julia Gillard, Menteri Pertahanan
Australia Stephen Smith, dan Menteri Utama Wilayah Utara Australia Paul
Henderson, juga menegaskan bahwa tidak akan pernah ada pangkalan militer AS di
Australia.Ternyata bukan hanya pemerintah Indonesia saja yang bereaksi, China
juga merasa terganggu dengan rencana AS ini dan menilai hal ini sebagai upaya
mengimbangi kekuatan dan pengaruh China di Asia-Pasifik.
China
juga menuduh Australia dan AS memperkuat sekutunya dalam sengketa Laut China
Selatan. Pasalnya, akhir-akhir ini China, Filipina, Vietnam, Malaysia, Brunei
dan Taiwan saling berebut wilayah di Laut China Selatan yang diyakini
mengandung persediaan minyak dan gas yang melimpah.
kebijakan
AS akan membangun pangkalan dan menempatkan Pasukannya di Fort Robertson
(Darwin) Australia dengan alasan sebagai pasukan respons cepat bencana
alam. Adalah salah satu upaya AS karena
adanya kepentingan geopolitik yang sangat besar dikawasan Asia dan Pasifik.
Tentunya ini akan membawa dampak sangat signifikan bagi kawasan Indonesia yang
berada pada posisi silang Asia dan Pasifik dan kubu dua kekuatan besar China
dan Amerika. Kebijakan Amerika Serikat menggelar 2.500 pasukan marinir di
Australia bagian utara tepatnya di Fort Robertson (Darwin) yang berjarak hanya
820 km dari perbatasan Indonesia atau jarak 1,5 Jam saja perjalanan pesawat
menjadi ancaman besar bagi kebangkitan Indonesia dan ASEAN yang sedang menata
dan membangun arsitektur perdamaian yang lebih kokoh dan berkelanjutan di
kawasan Asia Pasifik (Pidato Presiden SBY di Asia Security Summit Shangrila
Dialogue, Juni 2012) . Rencana AS yang menargetkan 2014 akan memindahkan 8.000
marinirnya (dari 50.000 orang yang tersebar di 40 pangkalan) yang berada di
Okinawa Jepang ke Guam, Asia Pasifik Selatan adalah sebuah perubahan haluan
politik luar negeri AS yang ingin menguasai Asia Pasifik. Secara signifikan hal
ini akan membawa dampak dalam struktur dan arsitektur pertahanan nasional kita
sekaligus ekonomi bangsa Indonesia. Mulai dari ancaman terhadap kedaulatan
wilayah NKRI sampai pada investasi nasional dan masa depan hubungan kerjasama
ekonomi bilateral dan unilateral antara Indonesia dengan negara-negara ASEAN.
AS
memiliki kepentingan geopolitik yang sangat besar dikawasan Asia dan Pasifik.
Kawasan ini dijadikan oleh AS sebagai Buffer Zone dari segala ancaman yang
muncul dari arah Timur. Upaya mempertahankan hegemoni di kawasan Asia Pasifik
dan membendung pengaruh China di Asia Pasifik serta mengamankan berbagai
kepentingan nasionalnya dari kemungkinan serangan teroris. Keputusan AS itu
juga berkaitan dengan pertumbuhan kekuatan militer China yang makin besar
beberapa tahun belakangan. Pertumbuhan militer dan sikap China yang makin
agresif dalam beberapa perselisihan teritorial dengan tetangga-tetangganya
membuat negara-negara, seperti Jepang dan Korea Selatan, meminta jaminan AS
untuk tetap menjadi penyeimbang kekuatan di kawasan ini.
Ditinjau
dari pendekatan aspek pertahanan, menguatnya pengaruh Amerika Serikat di Asia
Pasifik menempatkan 2.500 marinirnya di Australia tersebut akan memberikan
dampak bagi pertahanan Indonesia antara lain :
3.3.1. Dalam perspektif teori Security Dilema,
dimana bila suatu negara meningkatkan kekuatan pertahanannya maka akan
menciptakan dan melahirkan rasa ancaman dan kegelisahan bagi negara-negara
sekitarnya. Pembangunan pangkalan militer baru AS di Darwin telah melahirkan
rasa ancaman bagi negara-negara kawasan ASEAN dan Indonesia. Sikap ini juga
akan menghasilkan kebijakan akan meningkatkan pembangunan dan peningkatan
pertahanan dalam negeri Indonesia. Termasuk kemungkinan akan melahirkan
kebijakan luar negeri guna meningkatkan kapabiltas dan kemampuan pertahanan
melalui JOIN FORCES dengan negara-negara sekitar yang merasa senasib dan
memiliki visi sama untuk meminimalisir tingkat ancaman Pasukan AS tersebut
seperti tidak menutup kemungkinan adanya semacam Pakta Pertahanan ASEAN.
3.3.2. Akan semakin masifnya aktifitas positive
intelijen Militer AS di wilayah ASEAN dan Indonesia yang terdekat dengan
pangkalan Darwin tersebut. Operasi Positive Inteligent mereka akan memanfaatkan
Imagery Intelijen (Intelijen Citra / Satelit) dan Signal Intelijen atau
intelijen teknik dengan memanfaatkan teknologi tinggi seperti radar pengawas,
pesawat pengintai tanpa awak dan intercepting frequency (penyadapan gelombang
radio). Menurut pengamat ekonomi politik, Ichsanuddin Noorsy menjelaskan,
penempatan pasukan Amerika Serikat di Darwin, Australia membuat Indonesia
semakin tak berdaya dalam perspektif militer. Posisi Darwin hanya berjarak 280
kilometer saja dari Indonesia. Dalam kontruksi Asia Timur dan Asia Tenggara,
peperangan militer dalam pengertian kontak senjata hampir bisa dipastikan sulit
terjadi. Namun dalam konteks pemantauan dan kegiatan intelejen untuk perang
ekonomi, pasukan Amerika itu sangat memberi makna bagi kedudukannya sebagai
kekuatan tunggal. Amerika hingga hari
ini adalah negara dengan kekuatan tempur yang tinggi dan belanja pertahanannya
hingga 45,7 persen dari total APBN. Amerika sendiri, menyebar pasukannya lebih
dari 100 ribu tentara di luar kawasan negaranya. Dalam hitungan di atas kertas,
pendekatan dan kekuatan militer Amerika yang didukung oleh NATO tidak ada
lawannya.
3.3.3. Pelanggaran kedaulatan wilayah udara,
laut, teritori ZEE akibat adanya patroli patroli dan aktifitas Pasukan AS dan
Australia tersebut. Ini akan melahirkan potensi konflik antar negara karena
wilayah Indonesia yang demikian luas. Dengan kemampuan teknologi pesawat
pengintai tanpa awak dan anti radar, akan dengan mudah bagi Pasukan AS untuk
melakukan pelanggaran-pelanggaran wilayah dalam rangka aktifitas pengintaian
tersebut
3.3.4. Ancaman disintegrasi terhadap Trouble
Spot Indonesia di wilayah Indonesia Timur seperti Papua dan Maluku akan semakin
meningkat. Pengalaman lepasnya Timor Timur akibat campur tangan Australia harus
menjadi pelajaran berharga guna mewaspadai intervensi AS dan Australia terhadap
Separatis Papua dan Maluku. Terutama bila dihadapkan dengan adanya kepentingan
AS di Papua dengan adanya PT Freeport. Isu HAM, Lingkungan Hidup, Kemanusiaan,
demokrasi dan terorisme serta Bencana Alam akan menjadi pintu masuk bagi AS dan
Australia untuk mengintervensi beberapa kawasan dan negara termasuk Indonesia.
Dalam konteks isu Papua Merdeka yang dianggapnya menjadi lebih strategis lagi
saat Menlu AS Hillary berpendapat bahwa Papua membutuhkan reformasi legal.
Pernyataan ini belum dapat dimaknai secara jelas, tapi ini tanda bagi Indonesia
bahwa Papua akan menjadi fokus Amerika Serikat. Perubahan geopolitik Global
pasca perang dingin, memungkinkan pergeseran locus konflik termasuk perebutan
sumberdaya alam, khususnya energi. Posisi Strategis Papua dan kerentanan sistem
pertahanan RI menjadi daya tarik tersendiri bagi AS untuk memperebutkanya
karena sumberdaya alam yang tinggi. Rencana dan wacana serta desakan
renegosiasi terhadap Freeport telah membuat AS harus mengantisipasi dengan
menggelar kekuatan militer mereka di sekitar Papua tersebut.
3.3.5. Akan semakin di intensifkan tawaran
kerjasama pertahanan dari AS dan Australia. Kerjasama yang sudah terjalin
selama ini merupakan awal yang baik bagi AS dan Australia untuk semakin
meningkatkan bentuk kerjasama dan tawaran bantuan seperti yang sudah Indonesia
terima berupa bantuan Pesawat dari Australia. Namun bentuk kerjasama pertahanan
dengan Indonesia selama ini lebih kepada upaya AS untuk menguasai pertahanan
Indonesia dan ketidakberdayaan Indonesia untuk menolak. Tawaran Kerjasama
Menteri Pertahanan Amerika Serikat kepada Filipina yang akan membantu Filipina
meningkatkan kemampuan Angkatan Laut yang lebih kuat dan meningkatkan patroli
di Pantai yang menjadikan AS memperkuat statusnya di Kawasan Asia Pasifik untuk
kepentingan strategis AS adalah contoh soal yang dapat juga terjadi kepada
Indonesia.
Implikasi
secara politik maupun militer yang berpotensi negatif terhadap Indonesia
terkait dengan peningkatan kehadiran militer Amerika Serikat di Australia tentu
saja sejak dini hendaknya diminimalisasi oleh Indonesia. Secara bilateral,
Indonesia sebenarnya dapat memanfaatkan The Indonesia-US Comprehensive
Partnership dan The Lombok Agreement sebagai cara untuk meminimalisasi potensi
negatif tersebut. Adapun secara multilateral, Indonesia melalui ASEAN dapat
memanfaatkan Treaty of Amity and Cooperation (TAC) yang telah ditandatangani
oleh Amerika Serikat dan Australia, penempatan divisi baru di sorong papua yang
diperkuat 15.000 marinir serta kapal perang yang juga disiagakan dan membentuk
satu armada baru yaitu armada timur yang berpusat juga di sorong merupakan
langkah yang tepat dilakukan oleh Indonesia untuk setidaknya mengantisipasi
setiap langkah mungkin terjadi di wilayah tersebut dan menjadi jawaban tegas
indonesia atas ancaman yang mungkin timbul dari penempatan marinir Amerika
Serikat di Australia.
3.4. Pelanggaran wilayah indonesia oleh australia Laut wilayah Indonesia merupakan bagian dari wilayah kedaulatan Indonesia di bagian perairan
Indonesia. Penentuan batasan dan lebar laut wiayah Indonesia didasarkan pada Konvensi Hukum Laut Internasional 1982, dimana Indonesia dan Australia
merupakan negara-negara yang meratifikasi Konvensi tersebut.
Dalam hokum nasional, laut wilayah Indonesia ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun
1996 tentang Perairan Indonesia.
Pelanggaran perairan wilayah
Indonesia oleh kapal Angkatan Laut Australia yang melaksanakan kebijakan “turnback
policy” ketika menghalau perahu pencari suaka dalam perjalanan mereka menuju
Australia, tidak perlu terjadi sekiranya awak kapal AL Australia telah mengetahui koordinat posisi batas laut wilayah
Indonesia, apalagi kebijakan “turnback policy” Australia ini ditolak oleh
Indonesia. Menjadi pertanyaan pengamat kedua Negara tentang kecanggihan peralatan kapal Angkatan Laut Australia yang seharusnya dapat menentukan posisi kapal, bahkan anggota DPR
Tantowi Yahya sempat menyampaikan kemarahannya atas pelanggaran kapal AL Australia ini dengan mengatakan bahwa Australia bodoh tidak mengetahui posisi kapal ALnya yang
telah melanggar batas wilayah laut Indonesia.
Ataukah pelanggaran ini memang disengaja untuk memancing reaksi
Indonesia? Mengingat pelanggaran yang sama telah dilakukan berkali-kali, dan pada pelanggaran
ke-5 ini (menurut pengakuan Australia). Indonesia baru bereaksi dengan mengirimkan kapal-kapal
TNI AL keperbatasan laut Indonesia dan Australia untuk melakukan patroli,
menjaga kemungkinan jangan sampai terjadi lagi pelanggaran kapal AL Australia. Beberapa pengamat di Australia
menilai, penempatan kapal patroli TNI AL ini akan lebih banyak diarahkan untuk mencegah perjalanan perahu-perahu yang
mengangkut pencari suaka menuju Australia.
Dalam jumpa pers tanggal 15
Januari 2013 di Canberra, Menlu Bishop, Menteri Imigrasi Morrison dan Panglima Angkatan Bersenjata
Australia Jend. Hurley mengakui pelanggaran kapal Angkatan Laut Australia
atas batas lautwilayah Indonesia dan menyampaikan permohonan maaf kepada Pemerintah
Indonesia serta berjanji bahwa pelanggaran ini tidak akan terjadi lagi. Namun permintaan maaf Australia ini kemudian dilanjuti dengan komentar-komentar Perdana Menteri Tony
Abbott, yang sepertinya tidak ingin kehilangan muka di depan konstituennya, berusaha untuk membela apa yang telah dilakukan kapal Angkatan Laut negaranya ketika melanggar wilayah batas laut
Indonesia. Komentar Abbott diantaranya :
1. Pelanggaran kapal AL
Australia ini dilakukan secara tidak sengaja. Pertanyaannya apakah pelanggaran yang
dilakukan paling sedikit 5 kali ini dilakukan secara tidak sengaja? Rasanya tidak mungkin.
Angkatan Laut Australia beberapa kali telah menangkap nelayan Pulau Rote
yang mencari ikan karena melanggar melintasi batas lautwilayah Australia dan Indonesia.
2. Perahu-perahu
Indonesia yang mengangkut pencari suaka juga telah melanggar kedaulatan Australia. Pertanyaannya, apakah Abbott juga tidak bias membedakan pelanggaran kapal militer AL
Australia yang dilengkapi peralatan canggih telah melanggar batas kedaulatan negara lain dibandingkan dengan perahu-perahu sederhana yang dibayar oleh sindikat organisasi kejahatan
trans-nasional people’s
smuggling untuk mengangkut pencari suaka yang
menuju secar adiam-diam dan illegal ke Australia. Awak kapal Indonesia yang mengangkut pencari suaka telah ditangkap dan mendapatkan hukuman di
penjara Australia, perahu yang membawa pencari suka telah disita dan dimusnahkan.
3. Membandingkan pelanggaran AL
Australia ini sebagai hal yang biasa seperti kesalahan pemain yang meleset menangkap bola dalam pertandingan cricket. Komentar Abbott ini merupakan komentar yang
sepantasnya tidak diucapkan oleh seorang sekelas pemimpin Australia. Abbott terkesan menganggap ringan pelanggaran batas laut ini. Padahal
dengan terjadinya pelanggaran AL Australia ini, Indonesia dapat saja mengajukan gugatanke Mahkamah Arbitrasi Internasional.
Mencermati sikap para pemimpin
Australia, kiranya Abbott dapat mengambil pelajaran dari Menlu Julie Bishop, Menteri Imigrasi Scott
Morrison dan Jend. David Hurley yang bersikap sebagai negarawan menyampaikan permintaan maaf dan menjelaskan peristiwa pelanggaran AL
Australia dengan bijak, serta menahan diri mengeluarkan komentar yang dapat memperkeruh suasana hubungan
Australia dengan Indonesia sejak terbongkarnya kasus penyadapan beberapa waktu lalu.
Tampaknya Abbott tidak mampu membedakan posisinya ketika ia berbicar alugas di parlemen Australia saat sebagai pemimpin oposisi kepada pemerintah
yang berkuasa, dengan dirinya yang saat ini telah menjadi pemimpin Negara ketika berinteraksi dengan negara lain.
Reaksi Indonesia,
Sebagaimana diakui Juru Bicara TNI AL dan TNI AU, armada perang Indonesia sudah mendekat kewilayah
Australia. Sejumlah kapal perang telahdi pindahkan keperbatasan Australia. Sejumlah pesawat tempur lagi, sudah disiagakan.
Sehingga secara faktual, tensi permusuhan Indonesia terhadap Australia sudah mendidih.
Penyiagaan armada tempur oleh pihak Indonesia bias diartikan sebagai sebuah tantangan baru terhadap
Australia. Dan bila Australia juga menerima tantangan, perang terbuka laut dan udara,
tentunya tak terhindarkan. Lain halnya kalau kesiapan itu hanya dimaksudkan sebagai sebuah perang urat syaraf (psy
war) semata.
Sebetulnya, Indonesia sudah melayangkan surat protes atas insiden itu. Dan
pemerintah Australia secara resmi sudah mengakui pelanggaran itu serta telah pula
meminta maaf. Namun otoritas Indonesia, nampaknya tidak merasa puas kalau hanya melayangkan protes diplomatik.
Begitu juga Indonesia tidak merasa cukup dengan pernyataan permintaan maaf oleh Menteri Imigrasi
Australia, Scott Morrison. Lalu Indonesia pun menyiagakan kekuatan tempur militer dan hingga saat ini hubungan indonesia dengan
australia belum kunjung membaik yang ditunjukkan dengan masih dibekukannya
hubungan kerjasama dalam multibidang antara kedua negara oleh pemerintah
Indonesia, penarikan duta besar Indonesia untuk Australia yang cukup
memposisikan hubungan kedua negara di titik puncak permusuhan meskipun telah
ditempatkan kembali duta besar Indonesia di Canberra, namun tetap saja dampak
dari kasus penyadapan dan pelanggaran yang dilakukan Australia masih tetap
berlangsung hingga Australia mau memenuhi tuntutan indonesia yang disampaikan
oleh presiden SBY dan dilanjutkan oleh presiden Jokowi saat ini dimana
pemerintah Indonesia tidak bersedia berkerja sama dalam menanggulangi manusia
perahu (pencari suaka) dikarenakan Australia merupakan negara yang turut serta
menandatangani Konvesi Jenewa yang berisikan bahwa Australia bersedia menampung
para pencari suaka, dan dalam kasus yang lain Indonesia menuntut Australia
untuk mengklarifikasi aksi penyadapan yang dilakukan terhadap presiden SBY
beserta rombongan saat mengunjungi Australia, serta Indonesia meminta agar
Australia terbuka atas kegiatan intelejennya di Indonesia demi menghindari hal
yang sama terjadi lagi dikemudian hari.
3.5. Dalam menghadapi
pergeseran geopolitik yang terjadi dikawasan asia pasifik yang dimana Indonesia
merupakan negara yang ada di dalamnya, diperlukan strategi pertahanan yang baik
dan terpadu serta mampu melindungi kedaulatan negara dan mampu mengirimkan
pesan terhadap negara lain bahwa suatu kesalahan besar jika mengganggu
kedaulatan negara. Dalam hal ini terdapat beberapa cara diantaranya memiliki
ideologi politik internasional yang tegas dan lugas, memiliki diplomat diplomat
yang handal dalam melakukan setiap perundingan internasional, dan kekuatan
militer yang tangguh.
Indonesia dalam hal
pemenuhan kekuatan militer yang tangguh mengalami banyak kendala terutama soal
anggaran, militer indonesia pernah mengalami masa kejayaan pada era 1950-1960an
yang dimana pada saat itu memiliki armada tempur yang diakui terbesar di belahan
bumi selatan yang diperoleh dari kedekatan Indonesia dengan Uni Soviet, dimasa
itu tidak satu negara pun berani mengusik kedaulatan indonesia. Indonesia yang
diperkuat 12 kapal selam kelas whiskey, kapal perang kelas irian yang merupakan
satu dari 4 negara yang memiliki kapal perang sebesar tersebut selain Uni
soviet, inggris, Amerika Serikat, dan banyak pesawat mig supersonic yang
merupakan pesawat tercanggih dimasanya yang membuat indonesia mempertegas
posisinya di Wilayah regional maupun dunia.
Namun era kejayaan
itu seakan hilang seiring berjalannya waktu, pergantian pemimpin yang tidak
memiliki ideologi pertahanan luar membuat indonesia dipandang lemah dan tidak
lagi sanggup untuk melindungi wilayahnya sendiri, di era presiden Soeharto
militer indonesia masih dipandang kuat namun bergantung kepada salah satu
negara adidaya yang dimana setiap kebijakan pertahanan yang akan diambil selalu
memboncengi kepentingan asing di Indonesia, Amerika Serikat tidak menginginkan
indonesia kembali kepada saat masa kejayaan yang dilanjutkan dimana Amerika
Serikat merupakan pemasok utama perlengkapan militer indonesia, hal ini
dipandang bahwa indonesia mampu melindungi wilayahnya jika Amerika Serikat
merestui kebijakan yang diambil pemerintah indonesia, namun pada kenyataannya
Amerika Serikat selalu ingin memperlemah posisi indonesia dengan selalu
bertentangan dengan kebijakan pemeritah indonesia. Titik puncaknya terjadi pada
tahun 1998 dimana krisis moneter yang melanda Indonesia atau bahkan krisis
multidimensional yang terjadi membuat setiap aspek perlengkapan negara baik
ekonomi maupun militer mengalami kemunduran, dan setelah itu terjadi konflik
internal di Timor-Timor yang dimana rakyat Timor-timor mengingikan kemerdekaan
atas wilayahnya. Indonesia menentang keras akan hal ini, namun Timor-timor
tidak sendiri melainkan mendapat dukungan dari Australia dan Amerika Serikat
untuk merdeka dari Indonesia. Ini menjadi bukti bahwa seperti apa cara yang
terbaik negara ini dalam memandang negara lain di negeri sendiri, Indoensia
yang berusaha mempertahankan kedaulatan negara di anggap melakukan pelanggaran
HAM di wilayah Timor-Timor. Dan Amerika Serikat merupakan negara yang paling
bersuara akan pelanggaran HAM tersebut, hal itu menunjukan pemimpin indonesia
saat itu telah merasakan dampak dari perilaku yang tunduk kepada asing demi
keberlangsungan kekuasaannya.
Indonesia berada
diposisi yang lemah untuk mempertahankan Kedaulatan sendiri hingga masa
reformasi muncul berbagai pelanggaran wilayah indonesia yang dilakukan oleh negara
lain seperti, lepasnya pulau sipadan dan ligitan, pelanggaran wilayah ambalat
oleh malaysia dan banyak hal lagi. Ini sudah sangat menunjukan bahwa angkatan
perang indonesia sangat lemah dan tidak mampu menghadapi gangguan yang
dilakukan oleh negara lain. Sejak peristiwa ambalat tersebut barulah pemerintah
sadar bahwa kekuatan militer memainkan peranan penting baik dalam kelangsungan
ekonomi negara maupun daya tawar Indonesia terhadap negara lain. Indonesia
mulai memperkuat militernya dengan porsi 0,8% dari total PDB yang sekitar 45
Triliun rupiah pada 2005 hingga 90
Triliun pada tahun 2014, serta dengan program MEF (minimum esensial
force) yaitu pemenuhan kebutuhan minum angkatan perang yang dibagi menjadi 3 periode
2009-2014,2014-2019,2019-2024 yang dimana setiap periode diberikan anggaran
sebesar 15 Milyar Dollar (sekitar 150 Trilun diluar anggaran utama TNI) dinilai
langkah tepat pemerintah dalam mencukupi kebutuhan militer untuk melindungi
kepentingan negara baik di dalam negeri maupun luar negeri, pemerintah mulai
memesan berbagai perlengkapan perang dari berbagai produsen dengan mensyaratkan
Transfer of Technology dalam setiap pembeliannya untuk kemandirian bangsa.
Mulai berdatangan alusista (alat utama sistem persenjataan) pada tahun 2007
yaitu kapal perang kelas Corvett sebanyak 4 unit, pemesanan 3 kapal selam kelas
Changbogo dari korea selatan yang 1 diantaranya akan di produksi di indonesia,
kerjasama pembuatan pesawat tempur generasi 4,5 bersama korea selatan dimana
Indonesia menyumbang 20% total pembiayaan dan akan mendapat 50 unit pesawat
tempur pada tahun 2020, pembelian Tank Leopard dari jerman sebanyak 150 unit
disertai dengan produksi bersama dan masih banyak lagi.
Kebijakan ini membuat
indonesia lebih diperhitungkan sebagai kekuatan di Wilayah regional dan membuat
indonesia memiliki daya tawar dalam setiap konflik yang terjadi yang melibatkan
indonesia, sebagai contoh konflik dengan australia dimana terjadi pelanggaran
wilayah oleh australia, militer indonesia yang segera merespon dengan
mengirimkan beberapa kapal perang ke wilayah perbatasan di anggap mampu
memberikan tanggapan yang tegas sehingga membuat australia hanya
komentar-komentar yang memancing ketegangan yang lebih serius namun tidak
dengan militernya. Hal ini dipandang banyak pengamat militer bahwa militer
Indonesia sudah menunjukan kekuatan sebagaimana mestinya dan dianggap mampu
mengatasi masalah serta memberikan rasa keamanan kepada rakyat indonesia,
militer Indonesia sudah mengalami banyak kemajuan yang pesat dengan berada di
posisi 15 dunia militer terkuat mengalahkan banyak negara besar, dan dalam
konflik yang belakangan terjadi yaitu konflik di laut china selatan dimana
indonesia memainkan peranan penting sebagai penyeimbang kekuatan di Asia
Tenggara.
Dengan
kekuatan militernya, Indonesia dinilai sebagai kunci stabilnya wilayah asia
tenggara yang membuat 2 kekuatan besar yaitu china dan amerika serikat berebut
untuk mencuri perhatian indonesia. Namun berkaca pada pengalaman dimasa lalu,
Indonesia lebih berhati-hati dalam kebijakan militernya untuk menghindari
kejadian yang sama terulang kembali. Indonesia tetap berdiri sendiri dengan
kekuatan 3 matra yaitu udara,darat dan laut yang didukung dengan persenjataan
modern yang sudah dimiliki dengan doktrin Green
water navy yang dimana sanggup mempertahankan wilayah sendiri kemudian
mampu menyerang lawan sampai ke titik pangkalnya sudah cukup menjelaskan bahwa
negara ini memiliki militer yang kuat untuk melindungi wilayah kedaulatan,
kepentingan ekonomi indonesia, dan meningkatkan posisi tawar indonesia di
internasional.
Sumber : Pribadi (Thaipan Aditya Sandy)