Dilema Tahanan | Penetapan Harga Oligopolistik
Implikasi
Dari Dilema Tahanan Atas Penetapan Harga Oligopolistik
Apakah
dilema tahanan menjerumuskan perusahaan oligopolistik ke dalam persaingan yang
agresif dan keuntungan yang kecil? Tidak selalu demikian. Meskipun tahanan
khayalan kita tersebut hanya memiliki satu peluang untuk mengaku, sebagian
besar perusahaan menetapkan output dan harga berulang kali, sembari mengamati
perilaku pesaing dan menyesuaikan diri. Hal ini memungkinkan perusahaan untuk
menumbuhkan reputasi yang pada gilirannya akan menghasilkan kepercayaan.
Akibatnya, koordinasi dan kerja sama oligopolistik terkadang dapat terjadi.
Sebagai
contoh, pertimbangan suatu industri yang terdiri dari tiga atau empat
perusahaan yang telah berdiri sekian lama. Selama bertahun-tahun, manajer berbagai
perusahaan ini mungkin merasa jenuh karena terus merugi akibat perang harga,
dan mungkin timbul kesepahaman implisit sehingga seluruh perusahaan
mempertahankan harga yang tinggi serta tidak ada perusahaan yang berusaha
mencaplok pasar dari pesaingnya. Meskipun setiap perusahaan mungkin tergoda
untuk menyalip pesaing, manajer menyadari
bahwa keuntungan yang dihasilkan tidak berumur panjang : Pesaing akan
melawan, dan hasilnya adalah perang harga baru serta laba yang mungkin rendah
dalam jangka panjang.
Resolusi
atas dilema tahanan ini terjadi di sebagian industri, tetapi tidak pula
sebagian lagi. Terkadang manajer tidak puas dengan laba yang cukup tinggi yang
dihasilkan dari kolusi implisit dan lebih memilih untuk bersaing secara agresif
dalam rangka meraup pangsa pasar yang lebih besar. Terkadang kesepahaman
implisit sulit dicapai. Sebagai contoh, perusahaan dengan biaya yang berbeda
dan yang memiliki penilaian pasar yang berbeda mungkin tidak sepakat mengenai
harga kolusif yang “sesuai”. Perusahaan A mungkin menganggap harga yang
“sesuai” adalah $10, sementara perusahaan B menganggap harganya adalah $9.
Ketika perusahaan B menetapkan harga $9, perusahaan A mungkin memandang hal ini
sebagai upaya untuk menyalip dan membalasnya dengan menurunkan harga menjadi
$8, akibatnya adalah perang harga.
Dibanyak
industri, kolusi implisit tidak berumur panjang. Sering kali terjadi rasa
ketidaksalingpercayaan, sehingga perang harga langsung timbul ketika satu
perusahaan dipandang oleh perusahaan lain sebagai “pengacau” karena mengubah
harga atau menambah iklan.
Kelakuan Harga
Kelakuan
harga merupakan karakteristik pasar oligopoli yang ditandai oleh ragunya
perusahaan untuk mengubah harga sekalipun biaya atau permintaan berubah.Karena
kolusi implisit cenderung rapuh, perusahaan oligopolistik sering kali memiliki
dorongan yang kuat untuk menstabilkan harga. Inilah mengapa kelakuan harga
menjadi ciri khas dari industri oligopolistik. Sekalipun biaya atau permintaan
berubah, perusahaan ragu untuk mengubah harga. Jika biaya menurun atau
permintaan pasar anjlok, perusahaan khawatir bahwa harga yang lebih rendah
mungkin disalahartikan oleh pesaing, dan perang harga pun tidak bisa
terhindarkan. Jika biaya atau permintaan meningkat, perusahaan pun ragu untuk
menaikkan harga karena khawatir pihak pesaing juga tidak akan menaikkan harga.
Kelakuan
harga merupakan dasar dari model kurva permintaan patah oligopoli.
Berdasakarkan model tersebut, setiap perusahaan menghadapi kurva permintaan
patah pada harga P* yang berlaku saat ini. Pada harga diatas P*, kurva
permintaan sangat elastis. Alasannya adalah bahwa perusahaan meyakini apabila
harga dinaikkan di atas P*, perusahaan lain tidak akan mengikuti langkahnya,
sehingga perusahaan tersebut akan kehilangan penjualan dan pangsa pasarnya. Di
sisi lain, perusahaan yakin bahwa jika harga diturunkan dibawah harga P*,
perusahaan lain akan mengikuti langkahnya karena mereka juga tidak ingin
kehilangan pangsa pasar. Jika demikian, penjualan hanya akan bertambah hingga
taraf dimana harga pasar yang lebih rendah meningkatkan permintaan pasar total.
Karena
kurva permintaan perusahaan bentuknya patah, kurva pendapata marginal tidak
kontinu. Akibatnya biaya perusahaan dapat berubah tanpa menghasilkan perubahan
harga. Meskipun model kruva permintaan patah terlihat mudah, model ini tidak
benar-benar menjelaskan penetapan harga oligopolistik. Model ini tidak
membicarakan sama sekali tentang bagaimana perusahaan dapat mencapai harga P*,
dan mengapa tidak mencapai harga lain. Model ini terutama berguna sebagai
deskripsi kelakuan harga ketimbang sebagai penjelasannya. Penjelasan tentang
kelakuan harga dipaparkan ole dilema tahanan dan oleh keinginan perusahaan
untuk menghindari diri dari persaingan harga yang saling menerkam.
Sinyal Harga dan Kepemimpinan Harga
Sinyal
harga adalah bentuk kolusi implisit ketika suatu perusahaan mengumumkan
kenaikan harga dengan harapan perusahaan lain akan mengikutinya. Sedankan
kepemimpinan harga adalah pola penetapan harga dimana suatu perusahaan secara
berkala mengumumkan perubahan harga yang kemudian perusahaan lain akan
menyesuaikan diri.
Hambatan
besar dalam penetapan harga kolusif secara implisit adalah adanya kenyataan
akan sulitnya bagi perusahaan untuk bersepakat mengenai berapa harga yang
sebaiknya ditetapkan. Koordinasi terutama sangat sulit ketika kondisi biaya dan
permintaan— dan dengan demikian , harga yang “sesuai” –berubah. Sinyal harga
merupakan bentuk kolusi implisit yang terkadang dapat menjadi jalan keluar atas
persoalan tersebut. Sebagai contoh, suatu perusahaan mungkin mengumumkan bahwa
pihaknya telah menaikkan harga dan berharap pesaingnya akan menganggap
pengumuman ini sebagai sinyal bahwa mereka juga harus menaikkan harga. Jika
para pesaing mengikuti langkah ini, seluruh perusahaan akan meperoleh laba yang
dikenakan pemimpin.
Sebagai
contoh, anggaplah tiga perusahaan oligopolistik saat ini mengenakan harga $10
atas produknya.(jika semua perusahaan mengetahui kruva permintaan pasar, hal
ini mungkin menjadi ekuilibrium Nash). Anggaplah bahwa dengan berkolusi,
perusahaan dapat menetapkan harga $20 dan meningkatkan laba secara signifikan.
Bertemu dan bersepakat untuk menetapkan harga $20 bertentangan denga hukum.
Tetapi anggaplah perusahaan A menaikkan harga menjadi $15, dan mengumumkan
kepada khalayak pers bahwa pihak perusahaan melakukan hal ini karena harga yang
lebih tinggi dibutuhkan untuk mengembalikan gairah ekonomi terhadap
industrinya. Perusahaan B dan C mungkin memandang pengumuman ini sebagai pesan
yang jelas— yakni bahwa perusahaan A sedang berupaya bekerja sama dalam
menaikkan harga. Perusahaan itu mungkin akan menaikkan harga yang berlaku
hingga $15. Perusahaan A kemudian dapat menaikkan harga lagi hingga $18 dan
perusahaan B serta C mungkin juga menaikkan harganya. Baik harga $20 yang memaksimalkan
laba ini tercapai (bahkan melebihi) atau tidak, suatu pola koordinasi telah
tercipta yang dari sudut pandang perusahaan, mungkin sama efektifnya dengan
melakukan pertemuan dan bersepakat secara formal mengenai harga.
Contoh
sinyal dan kepemimpinan harga ini bersifat ekstrem dan mungkin akan menimbulkan
gugatan hukum atas undang-undang atimonopoli. Tetapi dibeberapa industri, suatu
perusahaan besar mungkin secara alamiah muncul sebagai pemimpin, sedangkan
perusahaan lain memutuskan untuk menjadi pengamat harga yang diberlakukan
pemimpin tersebut, ali-alih berusaha menyalip pemimpin atau sesama pesaing.
Contoh nyatanya adalah industri mobil AS, dimana General Motors telah menjadi
pemimpin harga sejak dulu.
Kepemimpinan harga juga dapat berfungsi sebagai cara bagi
perusahaan oligopolistik dalam menghadapi keengganan untuk mengubah harga.
Yaitu keengganan yang timbul akibat khawatir akan disalip atau “mengacaukan
pasar”. Ketika kondisi biaya dan permintaan berubah, perusahaan makin memandang
perlu untuk mengubah harga yang selama beberapa lama telah kaku. Dalam hal ini,
perusahaan mungkin memandang sinyal dari pemimpin harga untuk mengetahui kapan
dan berapa harga yang sebaiknya diubah. Terkadang perusahaan besar secara alami
bertindak sebagai pemimpin;terkadang beberapa perusahaan bertindak sebagai
pemimpin dari waktu ke waktu.